Oleh : Eko Budiono, SST.Par.M.Si*
Erdogan menekankan bahwa negara-negara lain harus menghormati keputusan Turki yang mengubah Hagia Sophia dari museum menjadi masjid.
Jumat ,24 Juli 2020, tentu akan menjadi hari bersejarah bagi umat Islam di Turki, dan dunia Islam.
Betapa tidak di hari itu Hagia Sophia yang telah 85 tahun menjadi museum akan digunakan untuk menggelar sholat Jumat.
Meski Turki mendapat kecaman dari sejumlah negaar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tetap konsisten untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
Seperti dilansir harian Republika, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan baru-baru ini mengonversi Hagia Sophia menjadi masjid.
Erdogan menekankan bahwa negara-negara lain harus menghormati keputusan Turki. Menurutnya, konversi tengara ikonik dari masjid ke museum pada tahun 1934 silam adalah keputusan yang menyakitkan bagi bangsanya. Dia menolak kritik domestik dan asing atas keputusan tersebut. “Mereka tidak memiliki nilai di pengadilan,” katanya.
Pengadilan tinggi Turki membatalkan dekrit kabinet tahun 1934, yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum. Putusan Dewan Negara membuka jalan untuk Hagia Sophia digunakan kembali sebagai masjid setelah 85 tahun menjadi museum.
Hagia Sophia digunakan sebagai gereja selama berabad-abad di bawah pemerintahan Kekaisaran Bizantium. Pada 1453 kota Konstantinopel jatuh ke tangan Khilafah Utsmaniyah di bawah komando Al-Fatih Sultan Mehmed II. Sejak itu gedung gereja ini diubah menjadi masjid yang lebih dikenal dengan nama Hagia Sophia aau Aaya Sophia mosque.
Belakangan dengan jatuhnya Ottoman Empira atau Khilafah Utsmaniyah menjadikan Turki terjatuh ke dalam kekuasaan Kemal Ataturk yang sekuler. Maka di bawah pemerintahannya masjid Aaya Sophia kembali mengalami perubahan status dari sebuah masjid megah menjadi museum hingga Juli 2020 ini. Situs Unesco itu berubah menjadi masjid setelah penaklukan Istanbul pada 1453. Pada 1935 di era Kemal Ataturk, Hagia Sophia diubah menjadi museum.
Presiden Erdogan mengatakan kompleks bersejarah itu akan siap untuk digunakan untuk beribadah shalat Jumat pada 24 Juli.
“Dengan putusan pengadilan ini, dan dengan langkah-langkah yang kami ambil sejalan dengan keputusan itu, Hagia Sophia menjadi masjid lagi, setelah 86 tahun, seperti yang diinginkan Fatih, penakluk Istanbul,” kata Erdogan, melansir Reuters.
Kebijakan yang dibuat oleh Erdogan itu tentu sudah dihitung secara matang. Di tengah kondisi politik internasional yang didominasi dua kekuatan utama yakni Amerika Serikat dan China, Turki telah mengambil langkah cerdas untuk menjadi kekuatan utama.
Erdogan yang sering dijadikan simbol kebangkitan dunia Islam, pastinya sudah siap dengan segala konsekuensi atas kebijakan konversi Hagia Sophia menjadi masjid.
Setidaknya ada 2 faktor penting di balik keputusan Erdogan tersebut.
Faktor pertama, dunia internasional saat ini sudak atau tidak sudah terpoalrisasi menjadi dua kekuatan utama yakni Amerika Serikat dan China. Perubahan Hagia Sophia menjadi masjid itu bisa menjadi upaya untuk mengukur diri sejauh mana respon dunia Islam terhadap sikap Turki.
Apalagi sejauh ini Arab Saudi dengan kemampuan finansialnya masih menjadi rujukan utama sejumlah negara Islam.
Faktor kedua, dukungan politik dalam negeri.
Saat ini Erdogan secara politik telah mendapat pukulan telak usai dikalahkan kelompok oposisi dalam pemilihan ulang wali kota Istanbul pad Juni 2019.
Ankara, Istanbul, dan Izmir. Penduduk di kota-kota yang beberapa tahun terakhir ini menjadi lumbung suara AKP itu kini memenangkan kandidat-kandidat Partai Rakyat Republik (CHP), partai oposisi sekuler dan kiri-tengah.
Tentu Erdogan dan AKP mengharapkan dukungan dari rakyat Turki khususnya di Ankara, Istanbul, dan Izmir.
Sementara itu, saat ini Islam menjadi agama dengan jumlah penganut terbanyak kedua di Eropa setelah Kristen. Jumlahnya mencapai 45 juta orang. Ada tiga negara di Eropa dengan penduduk mayoritas Muslim yakni Kosovo (90 persen Muslim), Republik Albania (80 persen), dan Bosnia Herzegovina (55 persen).
Prancis menjadi negara dengan pen duduk Muslim terbesar. Jumlah Muslim di negeri itu mendekati lima juta jiwa. Disusul oleh Jerman yang memiliki warga Muslim sebanyak empat juta jiwa. Sebagian besar dari mereka berasal dari Turki. Populasi Muslim di Inggris juga tergolong besar, yakni sekitar tiga juta dan telah memiliki pengaruh dalam sektor politik, ekonomi, budaya, dan media.
Jumlah Muslim di Belanda mencapai satu juta jiwa atau enam persen dari total penduduk. Sementara persentase Muslim di ibu kota Belanda, Amsterdam, mencapai 25 persen, setara dengan jumlah Muslim di Kota Marseille, Prancis dan Malmo, Swedia. Ketika populasi Muslim di banyak negara Eropa terus bertambah, tak demikian halnya dengan Yunani dan Slovenia. Dua negara ini paling tidak apresiatif terhadap Islam. Bahkan, hingga saat ini, belum ada satu pun masjid resmi di Yunani.
Diyakin, jumlah umat Islam di Eropa terutama Eropa Barat akan terus tumbuh. Selain derasnya arus imigran, pe ningkatan populasi Muslim juga didorong oleh kian banyaknya jum lah mualaf dari kalangan orang Eropa sendiri. Prediksi dan fakta itu tentu membesarkan hati. Meski tak dapat dimungkiri, masih banyak tantangan menghadang.
Sungguh bukan hal mustahil bahwa Eropa akan menjadi salah satu pusat perkembangan Islam di masa depan. Banyak tesis, laporan dan tulisan ilmiah yang menyatakan hal itu.
Pada 2030 mendatang, diprediksi bakal ada 10 negara Eropa yang memiliki populasi Muslim di atas 10 persen. Sementara Rusia diyakini akan menjadi negara berpenduduk Muslim terbesar di Eropa. Pada 2010, populasi Muslim di Rusia mencapai 16,4 juta, maka pada 2030 mendatang akan meroket menjadi 18,6 juta.
Tingginya jumlah popilasi muslim di atas bisa menjadi salah satu alasan Erdogan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
Di sisi lain, menurut pengamat sejarah dari Universitas Padjajaran (Unpad), Dr Tiar Anwar Bachtiar mengkritik sikap standar ganda Barat khususnya Eropa yang memprotes keputusan Turki mengembalikan status dan fungsi museum Ayasofya di Istanbul menjadi masjid.
Penulis buku Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia: kritik-kritik terhadap Islam liberal dari H.M. Rasjidi sampai INSISTS ini menyebut alasan orang-orang Eropa marah atas kembalinya status dan fungsi Masjid Ayasofya.
Sebab, jelasnya, dulu di era Presiden Turki Kemal Attaturk –yang dikenal sekuler–, Ayasofya diubah dari masjid menjadi museum atas permintaan pihak Barat, dalam hal ini Inggris.
Sehingga, menurutnya, bisa dimaklumi jika orang-orang Eropa tidak suka dengan kembalinya status dan fungsi Ayasofya sebagai masjid di era kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan baru-baru ini.
Sementara itu, tidak sedikit masjid yang telah berubah fungi menajdi gereja di Eropa antara lain,
Berikut beberapa Masjid di antaranya:
- Masjid Agung Cordoba
Sultan Abdurrahman I membeli tanah dan bangunan Kristen di Cordoba dan membangun masjid agung pada tahun 785. Ekstensi-ekstensi utama masjid ditambahkan pada abad ke-9 dan ke-10, sampai ekstensi terakhir pada abad ke-10 di bawah Al-Mansur. Ketika orang-orang Kristen merebut Cordoba pada tahun 1236, Raja Ferdinand III dari Kastilia mengubah masjid tersebut menjadi sebuah katedral. Kemudian, bangunan lain katedral dibangun di tengah-tengah masjid lama, mengonfigurasi Masjid-Katedral Cordoba saat ini. Dulunya, masjid ini adalah masjid terbesar kedua di dunia setelah Masjid Agung Mekah pada sekitar abad ke-9, sampai Masjid Sultan Ahmed, Istanbul dibangun pada tahun 1588.
- Masjid Bab Al- Mardum
Masjid ini dibangun di Toledo pada tahun 999, di masa Umayyah. Sebuah prasasti ditulis pada batu bata dalam aksara Kufic di fasad barat daya mengungkapkan detail pendirian masjid tersebut:
“Bismillah. Ahmad ibn Hadidi yang mendirikan masjid ini menggunakan hartannya sendiri, meminta hadiah di surga untuk itu dari Allah. Masjid dibangun dengan bantuan Allah di bawah arahan Musa ibn Alí, arsitek dan Sa’ada, dan berakhir di Muharraq pada 390 Hijriah”
Masjid ini diubah menjadi gereja sekitar tahun 1085. Terjadi ketika Toledo diserbu oleh orang-orang Kristen. Raja Spanyol Alfonso VIII memberikan bangunan masjid kepada Ordo Pelayanan Salib Suci pada tahun 1182. Elemen-elemen Kristen ditambahkan setelahnya seperti kubah setengah lingkaran di bagian atas altar dan mural dari tokoh-tokoh Kristen.
- Masjid Jami’ Martulah
Merupakan Masjid terbaik dan unik yang dapat ditemukan di Portugal, dengan campuran arsitektur Almohad dan Manueline pasca-Gotik. Masjid yang terletak di Mertola ini terakhir dibangun kembali pada paruh kedua abad ke-12, tetapi beberapa elemen berasal dari abad ke-9. Pada abad ke-13, Masjid ini diubah menjadi gereja Kristen, dan altar diletakkan di tembok utara. Pada pertengahan abad ke-16, Pedro Dias menggambarkan perubahan pada bangunan: menara Masjid diganti dengan menara lonceng dan garis atapnya telah dihiasi dengan merlon, khas gereja, yang memahkotai atap bangunan. Kini ia dinamai, Gereja Nossa Senhora.
- Masjid Agung Sevilla
Saat ini, hanya menara dari Masjid Agung ini saja yang tersisa. Masjid ini dulunya sebanding dengan masjid Agung Cordoba, hancur oleh gempa bumi pada tahun 1365. Menara tersebut kini digunakan sebagai menara lonceng gereja dan dinamakan sebagai Giralda. Giralda (bahasa Spanyol: La Giralda [la xiˈɾalda]) kini adalah menara lonceng Katedral Seville di Seville, Spanyol. Pada mulanya adalah menara Masjid Agung Seville di al-Andalus, Spanyol Moor, pada masa pemerintahan dinasti Almohad, dengan top bergaya Renaissance ditambahkan oleh umat Katolik setelah pengusiran umat Islam dari daerah tersebut. Giralda didaftarkan pada tahun 1987 sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Menara ini setinggi 104,1 m (342 kaki) dan tetap menjadi salah satu simbol terpenting kota, seperti yang telah terjadi sejak Abad Pertengahan.
- Masjid Agung Zaragoza
Salah satu masjid terbesar & tertua di Al-Andalus. Diperbesar kemudian menjadi 54 × 86 meter. Penampakannya mirip dengan Masjid Agung Cordoba. Pertama kali dibangun oleh Hanas bin Abdallah, diakatakan oleh Al-Humaydi sebagai salah satu tabi’in. Masjid ini kemudian diubah menjadi katedral meskipun terdapat katedral lain yang sangat dekat yang digunakan oleh orang Kristen pada masa pemerintahan Moor. Minaretnya tetap kokoh hingga abad ke-17. Masjid ini dihancurkan oleh Kerajaan Spanyol untuk kemdian dibangun katedral di atasnya. Restorasi pada tahun 1999, mengungkapkan ukuran asli masjid, lokasi masuk dll. Kini dinamai sebagai Katedral Savior of Zaragoza.
Tentu saja setiap keputusan politik akan memiliki konsekuensi, dan nanti waktu yang menjadi saksi terhadap sikap Erdogan yang mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.
*Pemerhati Kebijakan Publik dan Dunia Islam