Bahasa Ibu dan Retrogresi Identitas

0
804

Oleh :
Ahmad Zukhri Siregar, S.S, M.Si
Guru MAN IC Tapsel

Meskipun bahasa ibu tak selalu digunakan dalam keseharian formal seperti di intansi pemerintahan, swasta, perguruan tinggi, sekolah dan lainnya namun bahasa ibu membuat kita tau dan akrab dengan jati diri kita.

Hari Bahasa Ibu Internasional berasal dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh. Resolusi bahasa internasional ini disarankan oleh Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada. Ia menulis surat kepada Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998, memintanya untuk mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Akhirnya dipilihlah tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional karena pada tanggal tersebut, Bangladesh mengalami pembunuhan pada tahun 1952 dalam memperjuangkan bahasa Bangli di Dhaka.

Bahasa Ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari seseorang sejak kecil secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya.

Saat ini muncul dan menguat gejala retrogresi identitas. menurut KBBI retrogesi dimaknai kemunduran, pemburukan, penurunan. Menurut terminologi retrogesi identitas mengacu pada kemunduran identitas yang mengakibatkan hilangnya jati diri seorang. Salah satu jati diri seorang yaitu berbahasa, dengan berbahasa kita bisa mengekspresikan pengetahuan kita.


Bahasa yang punah

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) mencatat sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada tahun 2100 nanti.

Survei Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (atau Badan Bahasa) berhasil memetakan 718 bahasa daerah di seluruh Indonesia dan tentu banyak bahasa daerah yang belum terpetakan. Dari jumlah itu, hampir 90 persen tersebar di wilayah timur Indonesia: 428 di Papua, 80 di Maluku, dan 72 di Nusa Tenggara Timur, dan 62 di Sulawesi.


Hasil kajian vitalitas bahasa menunjukkan, ada delapan bahasa dikategorikan punah, lima bahasa kritis, 24 bahasa terancam punah, 12 bahasa mengalami kemunduran, 24 bahasa dalam kondisi rentan (stabil tetapi terancam punah), dan 21 bahasa berstatus aman. Aminuddin E. (202Februari 20) diakses https://www.republika.id/posts/14355/nasib-bahasa-ibu

Badan Bahasa Kemendikbud mengkategorikan status bahasa daerah Indonesia menjadi kategori aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis dan punah. Status aman berarti bahasa daerah (bahasa ibu) masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut. Status rentan berarti semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daerah tetapi

Jumlah penutur sedikit.

Status mengalami kemunduran berarti sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah. Status terancam punah berarti semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri. Status kritis berarti penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Status terakhir yaitu punah yang berarti tidak ada lagi penutur bahasa daerah.

Kepunahan bahasa ibu ini memiliki sebab yaitu bisa karena percampuran pernikahan antarsuku, migrasi, perang, trend menggunakan bahasa asing atau yang paling berpengaruh penutur tersebut enggan menggunakannya. Sebagaimana contoh beberapa pelajar yang kuliah di kota-kota besar ketika mereka kembali ke kampungnya mereka enggan menggunakan bahasa daerah karena menganggap penurunan identitas akademiknya sehingga ketika berbincang dengan orang tua, kakek atau para sepuh lainnya yang kadang sulit berbahasa nasional jadi tidak/kurang nyaman dalam pembicaraan dan ketika dia sudah menikah dan tinggal di kota juga memilki keturunan dan berbicara tidak mengajarkan bahasa daerah (bahasa ibu) sehingga perlahan tejadilah retrogresi identitas

Silsilah bangsa

Melihat fenomena ini merupakan kemirisan bagi kita semua khususnya bangsa Indonesia seperti menjatuhkan berlian di tengah laut. Upaya dan menjaga bahasa daerah (bahasa ibu) merupakan hal fundamental. Pemerintah ataupun masyarakat harus menjadikan ini agenda kerja bersama bukan sekedar pemanis retorika belaka sama halnya penyair ternama abad ke-18 mengatakan “Saya selalu menyesal ketika ada bahasa yang hilang, karena bahasa adalah silsilah bangsa” (Johnson.1709-1784) Itulah ungkapan Samuel Johnson atau biasa  dikenal Dr. Johnson seorang penulis Inggris yang dikenal tokoh sastrawan.

Untuk itu sebagaimana amanat UU Nomor 24 tahun 2009 Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu kebangsaan memerintahkan, Pemerintah Daerah (Pemda) memilihara dan mengembangkan bahasa daerah. Untuk itu perlunya kesadaran bagi kita semua dengan melestarikan bahasa daerah (bahasa ibu) dengan mengadakan perlombaan edukasi bahasa daerah, terlibatnya kegiatan-kegiatan akademik/sekolah dengan bahasa daerah serta dukungan dari penutur bahasa ibu tersebut dang bantuan-bantuan pemerintah. Wallahu’alam

Artikulli paraprakHari Kedua POSPERA Membagikan Nasi Box dan Masker Serta Vitamin C
Artikulli tjetërPresiden Hadiri Vaksinasi Covid-19 untuk Insan Pers

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini