Makronesia.id, Jakarta – Harga emas kembali merangkak mendekati level tertinggi sepanjang masa. Logam mulia ini terus menjadi incaran investor sebagai aset safe-haven, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang terus memanas.
Pada Kamis (20/2), harga emas sempat mencatat rekor baru, didorong oleh pernyataan mengejutkan dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Dalam pernyataannya, Trump mengisyaratkan kemungkinan kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok, yang langsung mengguncang pasar keuangan global. Tak hanya itu, ketegangan geopolitik kembali memanas setelah Trump menyatakan bahwa Ukraina telah memulai perang dengan Rusia, serta menuntut Ukraina untuk mulai membayar kembali bantuan dana yang diberikan oleh AS. Pernyataan kontroversial ini semakin mendorong investor beralih ke emas sebagai bentuk perlindungan terhadap ketidakpastian global.
Analisis Pasar: Ke Mana Harga Emas Akan Bergerak?
Andy Nugraha, analis dari Dupoin Indonesia, menjelaskan bahwa secara teknikal, tren bullish emas masih sangat kuat. “Saat ini, kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average menunjukkan potensi kenaikan harga hingga ke level $2.954. Namun, jika terjadi koreksi, harga bisa turun ke level $2.924 sebelum kembali naik,” ungkap Andy.
Salah satu faktor yang dapat menahan lonjakan harga emas adalah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed). Sikap hawkish The Fed membuat investor berhati-hati dalam menempatkan dana mereka. Namun, kondisi jenuh beli yang belum terlalu ekstrem membuat emas tetap dalam tren kenaikan, meskipun sempat mengalami koreksi pada Jumat (21/2) ke level $2.928.
Selain itu, ketegangan perdagangan yang kembali meningkat akibat ancaman Trump untuk mengenakan tarif baru pada sejumlah produk semakin memperkuat daya tarik emas sebagai instrumen lindung nilai.
Dolar AS Tertekan, Emas Makin Bersinar
Pergerakan emas juga dipengaruhi oleh kinerja dolar AS, yang dalam dua hari terakhir kesulitan mempertahankan penguatannya. Penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS semakin menekan dolar, memberikan dorongan tambahan bagi emas. Risalah rapat kebijakan FOMC yang dirilis baru-baru ini menunjukkan bahwa pejabat The Fed masih menghadapi ketidakpastian besar dalam menentukan arah kebijakan suku bunga.
Wakil Ketua The Fed, Philip Jefferson, menekankan bahwa meskipun inflasi mulai mereda, kebijakan moneter masih harus dikelola dengan hati-hati. Sementara itu, Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, mengingatkan bahwa pemotongan suku bunga baru akan dilakukan jika inflasi benar-benar menunjukkan tren penurunan yang stabil.
Namun, hingga saat ini, pernyataan pejabat The Fed belum cukup kuat untuk menggoyahkan posisi emas. Investor masih melihat logam mulia ini sebagai aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang terus berlanjut.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Pasar saat ini tengah menantikan data ekonomi penting, seperti Klaim Tunjangan Pengangguran AS dan Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia yang akan dirilis hari ini. Data ini dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi AS dan dampaknya terhadap pergerakan dolar serta harga emas.
Selain itu, investor juga akan mencermati rilis data IMP global pendahuluan. Data ini bisa menjadi indikator utama mengenai kesehatan ekonomi dunia dan potensi dampaknya terhadap permintaan emas ke depan.
Dalam jangka pendek, tren bullish emas masih bertahan. Namun, investor tetap harus waspada terhadap potensi koreksi jika terdapat sentimen positif dari kebijakan The Fed atau data ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan.
Satu hal yang pasti, selama ketidakpastian global terus membayangi, emas akan tetap menjadi primadona di pasar keuangan. (EHS-01)