Harmonis Bersama Alam: Inovasi Jembatan Arboreal PT Agincourt Resources di Tambang Emas Martabe

Feature10 Dilihat

Makronesia.id, Medan – Dalam sebuah langkah yang menunjukkan komitmen terhadap pelestarian alam, PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe, memperkenalkan inovasi yang menggabungkan kegiatan pertambangan dengan konservasi alam. Melalui proyek pembangunan 13 jembatan arboreal, yang dilengkapi dengan camera trap, perusahaan ini menunjukkan bahwa manusia dan primata bisa hidup berdampingan secara harmonis dan berkelanjutan.

Proyek tersebut menjadi sorotan utama dalam ajang Asian Primate Symposium ke-9, yang berlangsung di Universitas Sumatra Utara pada 23 hingga 27 November 2024. Dengan tema “Living in Harmony with Primates”, konferensi ini dihadiri oleh 295 ilmuwan, pakar primata, dan konservasionis dari berbagai penjuru dunia. Di ajang bergengsi ini, PTAR mempresentasikan penelitian berjudul “Arboreal Bridges for Sustainable Human-Primates Coexistence within Ecologies Adaptation at Martabe Gold Mine.”

Syaiful Anwar, Superintendent Environmental Site Support Agincourt Resources, menjelaskan bahwa pemasangan jembatan arboreal merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk melindungi ekosistem primata yang berada di sekitar areal tambang. Jembatan tersebut, yang dirancang menyerupai jembatan gantung, diperuntukkan bagi hewan arboreal—spesies yang hidup sebagian besar di pepohonan. Jembatan ini berfungsi sebagai penghubung antarfragmen hutan, memungkinkan primata untuk berpindah dengan leluasa, mencari makan, dan berkembang biak tanpa terganggu oleh aktivitas manusia.

“Jembatan arboreal memberikan fleksibilitas bagi primata untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekaligus mengurangi risiko konflik antara satwa dan manusia,” kata Syaiful.

Selama periode 2023 hingga 2024, proyek ini berhasil menarik perhatian dengan catatan sukses: setidaknya enam spesies primata telah tercatat memanfaatkan jembatan tersebut. Mereka termasuk huliap (Presbytis sumatrana), beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus), jelarang hitam (Ratufa bicolor), dan musang akar jawa (Arctogalidia trivirgata).

Mahmud Subagya, Manager Environmental PTAR, menambahkan bahwa proyek ini menjadi contoh konkret bagaimana industri pertambangan dapat berjalan seiring dengan upaya konservasi keanekaragaman hayati. “Partisipasi kami dalam Asian Primate Symposium menunjukkan keseriusan PTAR dalam menjaga kelestarian alam, serta memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan,” ujar Mahmud. Menurutnya, proyek jembatan arboreal ini tidak hanya menguntungkan satwa liar, tetapi juga memberi manfaat bagi masyarakat sekitar dan generasi mendatang.

Selain inovasi jembatan arboreal, dua penelitian tentang konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Nasional juga turut dipresentasikan di konferensi ini. Dimas Firdiyanto dan Fathiya Rahma, yang melakukan magang di PTAR, memperkenalkan dua penelitian terkait primata di kawasan Batang Toru. Dimas meneliti “Spacing Behavior of Presbytis Sumatrana in Martabe Gold Mine Forest Batang Toru,” yang memberikan wawasan tentang perilaku jarak huliap di hutan yang terfragmentasi, sementara Fathiya mempresentasikan “Presbytis Sumatrana Daily Activity and Feeding Behavior in the Concession Forest, Batang Toru,” yang mengulas aktivitas harian dan perilaku makan huliap.

“Selama magang, kami melihat secara langsung bagaimana PTAR sangat serius dalam melestarikan keanekaragaman hayati, serta menerapkan aturan ketat untuk menjaga kelestarian lingkungan,” ungkap Fathiya.

Selain proyek jembatan arboreal, PTAR juga terus melakukan rehabilitasi dan reklamasi area bekas tambang. Inisiatif lain yang sudah berjalan di antaranya adalah survei biodiversitas flora dan fauna, penanaman tanaman lokal untuk pakan primata, serta pengembangan fasilitas penelitian seperti Laboratorium Mikologi, Laboratorium Biodiversitas, dan Laboratorium Mikrobiologi.

Dengan berbagai langkah tersebut, PTAR menunjukkan bahwa sektor pertambangan tidak harus selalu berkonflik dengan pelestarian alam. Sebaliknya, dengan komitmen yang kuat dan inovasi yang berkelanjutan, keberlanjutan ekosistem dan pembangunan ekonomi bisa berjalan beriringan. Inilah bukti nyata bahwa keseimbangan antara manusia dan alam adalah hal yang memungkinkan, bahkan di tengah aktivitas industri yang padat. (EHS-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *