Yogyakarta, Makronesia.id – Peneliti Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ahmad Maryudi diangkat sebagai Deputy Coordinator Divisi 9 Forest Policy and Economics, pada lembaga International Union of Forest Research Organizations (IUFRO).
“Masa bakti saya sebagai Deputy Coordinator Divisi 9 IUFRO, mulai November 2019-Oktober 2024,” ujar Prof Maryudi dalam keterangan tertulisnya melalui email yang diterima Makronesia.id, akhir pekan kemarin..
Ia menuturkan, Divisi 9 merupakan divisi terbesar di IUFRO, membawahi 6 sub divisi dan 27 grup riset. Divisi 9 fokus pada isu politik dan kebijakan kehutanan berupa science-policy interface yaitu tentang bagaimana mengintegrasikan sains ke policy making; ekonomi dan sosial sumberdaya hutan; analisis sektor kehutanan; hukum dan legislasi lingkungan/kehutanan; serta manajemen informasi seperti media discourse.
Koordinasi Riset
Menurut Prof Maryudi, tugas Deputy Coordinator bersama Coordinator adalah mengkoordinasi dan memberi arahan riset bagi peneliti di semua sub divisi dan grup riset.
“Selama ini, partisipasi peneliti di Indonesia lebih banyak sebagai anggota pasif saja. Tidak banyak yang mengampu peran koordinatif dan direktif, dan belum ada yang di level Divisi,” papar dia yang juga Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM)
Lembaga Bergengsi
Prof Maryudi melanjutkan, IUFRO merupakan lembaga non-profit, yang didirikan tahun 1892 (umur 128 tahun) sebagai jaringan peneliti seluruh dunia. Saat ini mempunyai anggota sekitar 700 organisasi dan 15 ribu peneliti dari 127 negara. Organisasi dari Indonesia yang menjadi anggota IUFRO antara lain, UGM, Institut Pertanian Bogor (IPB), CIFOR, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Universitas Hasanuddin (Unhas), Korindo, dan Balai Litbang Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Posisi Deputy Coordinator IUFRO, kata dia, sangat bergengsi di kalangan peneliti yang terkait erat dengan analisis dan strategi kebijakan bidang kehutanan. Selama ini, katanya lagi, peran koordinatif dan direktif di semua Divisi IUFRO biasanya diisi peneliti dari kelompok negara utara (maju). Sementara peneliti dari Indonesia pernah 2 orang menempati posisi pada level sub divisi atau dibawahnya, seperti grup riset.
“IUFRO sering memberikan policy feedings ke berbagai lembaga dunia seperti FAO, UNEP dan berbagai proses negosiasi antara negara seperti United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Convention on Biological Diversity (CBD),” terang Guru Besar Termuda di Fakultas Kehutanan UGM itu.
Ia menambahkan, dengan berperan aktif di IUFRO diharapkan peneliti Indonesia berkontribusi dalam perumusan arahan fokus pengembangan penelitian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan, dan menjadi duta diplomasi dari aspek iptek.
“Sebab IUFRO sering dijadikan rujukan oleh para pengambil kebijakan kehutanan dan lingkungan internasional,” tutup Prof Maryudi.
Kemampuan Mumpuni
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan UGM Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko mengakui bahwa kemampuan Prof Maryudi tidak diragukan lagi karena sangat produktif dalam menulis jurnal-jurnal nasional dan internasional.
“Artinya, beliau cukup memahami persoalan kehutanan yg terjadi termasuk implikasi risetnya terhadap konsekuensi kebijakan pemerintah,” ungkap beliau.
Hanya saja, lanjut Prof Satyawan, permasalahan serius saat ini yang perlu diluruskan adalah bagaimana mewujudkan sinkronisasi antara hasil riset yang dilakukan para peneliti menjadi kebijakan pemerintah sehingga diharapkan berdampak pada program pembangunan pemerintah.
“Sebab selama ini hasil riset peneliti Indonesia kurang dipergunakan dalam kebijakan pemerintah. Sehingga terjadi dikotomi antara riset dan program pemerintah. Masing-masing jalan sendiri dan tidak terimplementasi optimal, meski sudah berupaya dikembangkan,” terang dia.
Prof Satyawan menambahkan, terpilihnya Prof Maryudi diharapkan dapat menjembatani kebutuhan riset nasional khususnya pada isu-isu kehutanan dan kebijakan terkait.
“Pada tataran global, peran peneliti Indonesia diharapkan mampu memengaruhi dan berkontribusi pada kebijakan global. Tapi itu juga tergantung pada visi misi yang beliau emban untuk dilaksanakan,” tandas Prof Satyawan. (BA/AM)