Makronesia.id, Jakarta – Asia kini memimpin dunia dalam adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI). Namun, di balik laju inovasi yang mengagumkan tersebut, semakin banyak bisnis menyadari bahwa keberhasilan AI tidak semata-mata bergantung pada kecanggihan teknologi—melainkan pada kualitas data yang mendasarinya. Bagaimana data disusun, diamankan, dan diakses dengan mudah menjadi kunci utama untuk membuka potensi penuh AI.
Kenaikan Signifikan, Tantangan yang Menghantui
Dalam Survei Infrastruktur Data (State of Data Infrastructure Survey) terbaru dari Hitachi Vantara, tercatat bahwa 42% perusahaan di Asia menganggap AI sebagai bagian penting dari operasional mereka. Angka ini melampaui rata-rata global, menunjukkan betapa pesatnya adopsi AI di wilayah ini. Meski begitu, realitas di lapangan menyisakan satu pertanyaan besar: Mengapa akurasi output AI di Asia hanya tercapai 32% dari waktu?
Para ahli mengungkapkan bahwa penyebab utamanya adalah fragmentasi data. Data yang tidak konsisten, tidak terstruktur, dan sulit ditemukan saat dibutuhkan membuat AI kesulitan memberikan wawasan secara real-time. Di samping itu, keamanan data juga menjadi perhatian utama. Sebanyak 44% bisnis di Asia menyebut keamanan sebagai tantangan terbesar, kembali melebihi rata-rata global. Hal ini mengindikasikan bahwa infrastruktur data yang mendukung AI belum sepenuhnya siap menghadapi kebutuhan dan risiko yang ada.
Melebihi Tradisi Backup: Menuju Strategi Ketahanan Data yang Menyeluruh
Gangguan TI global pada 2024 mengajarkan pelajaran berharga: Backup tradisional tidak lagi cukup untuk menjamin kelangsungan bisnis. Banyak perusahaan sudah memiliki sistem pencadangan, namun gagal dalam pemulihan data karena rencana yang lambat, tidak terupdate, atau bahkan belum pernah diuji. Prediksi bahwa volume data di Asia akan melonjak 123% dalam dua tahun mendatang menambah urgensi untuk mengubah paradigma dari sekadar “backup” menuju strategi ketahanan yang menyeluruh.
Dalam era hybrid dan multi-cloud, ancaman baru pun muncul. Pelaku siber kini menargetkan dataset pelatihan dan backup, menyusupkan data yang telah dimanipulasi, bahkan menghapus salinan cadangan secara permanen. Oleh karena itu, rencana pemulihan yang terpadu dan bisa diskalakan bukanlah opsi, melainkan keharusan.
Menyongsong World Backup Day 2025: Lebih dari Sekadar Menyimpan Data
Memperingati World Backup Day 2025, para pemimpin bisnis didorong untuk berpikir lebih jauh. Ini bukan hanya tentang memiliki backup—melainkan tentang membangun strategi ketahanan data yang menyeluruh. Solusi berbasis AI, seperti backup yang mendeteksi anomali sejak awal, penyimpanan immutable, dan sistem keamanan zero-trust, menjadi senjata utama untuk menjaga data tetap utuh dan dapat diakses kapan saja.
Selain itu, konsep data observability kini semakin mendapatkan sorotan. Pengawasan berbasis AI yang memastikan data tetap aman, patuh terhadap regulasi, dan siap dipulihkan kapan pun dibutuhkan, menjadi prioritas untuk mendukung perjalanan transformasi digital yang kian pesat.
Melampaui Batas Tradisional Menuju Masa Depan yang Tangguh
Transformasi AI di Asia tidak hanya tentang kecepatan inovasi, tetapi juga tentang ketahanan dan keandalan infrastruktur data yang mendasarinya. Perusahaan yang berani melampaui metode backup tradisional dan berinvestasi dalam strategi ketahanan data yang menyeluruh akan menjadi yang paling siap menghadapi masa depan.
Di balik setiap algoritma canggih, terletak data yang harus diperlakukan sebagai aset strategis. Hanya dengan membangun fondasi yang kuat dan menjaga keamanan data, potensi penuh AI dapat terwujud—membawa Asia tidak hanya sebagai pemimpin adopsi teknologi, tetapi juga sebagai pionir dalam menciptakan dunia digital yang lebih aman dan tangguh. (EHS-01)




