Makronesia.id, Jakarta – Kemajuan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa dampak signifikan pada sektor jasa keuangan, namun juga mengungkapkan kesenjangan besar dalam tata kelola data dan kesiapan infrastruktur. Survei Global State of Data Infrastructure 2024 dari Hitachi Vantara, yang melibatkan 231 pemimpin TI dan bisnis dari sektor perbankan, jasa keuangan, dan asuransi (BFSI) di 15 negara, menunjukkan bahwa 84% pemimpin khawatir akan potensi kehilangan data secara katastrofik di tengah tekanan AI, sementara 41% menyatakan bahwa AI sudah menjadi bagian krusial dalam fungsi operasional mereka.
Meskipun 36% responden mengakui pentingnya kualitas data untuk keberhasilan AI, banyak pemimpin sektor keuangan lebih fokus pada keamanan data. “Lembaga keuangan di seluruh dunia tengah mempercepat adopsi AI, namun banyak yang menyadari bahwa infrastruktur data mereka belum siap untuk mendukungnya,” ujar Joe Ong, Vice President dan General Manager untuk wilayah ASEAN di Hitachi Vantara. “Hambatan utama dalam keberhasilan AI bukan pada teknologinya, melainkan pada kemampuan untuk mengelola data secara aman, akurat, dan dalam skala besar. Organisasi keuangan perlu memperkuat fondasi data mereka agar AI dapat memberikan dampak nyata dan berkelanjutan.”
Survei juga mengungkapkan sejumlah risiko yang mengancam sektor BFSI, antara lain: data hanya tersedia seperempat waktu (25%) ketika diperlukan, model AI di sektor ini hanya akurat 21% dari waktu, 36% responden khawatir akan kebocoran data akibat kesalahan internal AI, dan 38% menyatakan kekhawatiran tidak mampu memulihkan data dari serangan ransomware. Mark Katz, CTO untuk sektor Jasa Keuangan di Hitachi Vantara, menyoroti, “Dalam industri layanan keuangan, kepercayaan adalah segalanya. Kerusakan reputasi akibat pengungkapan data sensitif, misalnya oleh chatbot yang salah informasi, bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan finansial yang sangat besar. Selain itu, biaya dari hasil AI yang tidak akurat atau ‘hallucination’ menjadi risiko yang tidak bisa diabaikan.”
Meski terdapat tantangan akurasi dan keamanan, adopsi AI di sektor BFSI terus mengalami percepatan. Survei menunjukkan 71% responden menguji implementasi AI secara langsung pada lingkungan produksi, sementara hanya 4% yang menggunakan lingkungan sandbox untuk uji coba terkendali. Hal ini menandakan bahwa banyak organisasi menerapkan AI tanpa persiapan memadai, yang dapat menurunkan return on investment (ROI) secara signifikan.
Laporan tersebut juga merinci beberapa langkah penting yang harus diambil oleh organisasi BFSI untuk membangun infrastruktur data yang tangguh dan siap mendukung AI, di antaranya:
- Eksperimen yang Bertanggung Jawab: Mengembangkan keterampilan melalui pengujian di lingkungan sandbox yang aman untuk mengurangi risiko dan mengoptimalkan potensi AI.
- Keberlanjutan di Setiap Tingkatan: Mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam penyimpanan data, perangkat lunak, model AI, dan strategi data sejak awal.
- Menyederhanakan dan Menyatukan Sistem: Mengelola lingkungan hybrid secara terpadu, mengotomatisasi tugas keamanan, dan memanfaatkan platform data terintegrasi untuk mempercepat analisis.
- Memastikan Ketahanan Data dan Menggunakan AI untuk Pertahanan: Merancang rencana pemulihan dengan sistem redundansi, penyimpanan roll-back, dan teknologi penyimpanan yang immutable dan terenkripsi, serta memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko secara otomatis.
Survei Hitachi Vantara ini menegaskan bahwa kualitas data adalah fondasi utama bagi keberhasilan implementasi AI di sektor keuangan. Sementara itu, kekhawatiran mengenai keamanan data tetap menjadi prioritas yang harus segera diatasi untuk menghindari penurunan ROI dan risiko hukum yang besar.
Dengan mengadopsi langkah-langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan dalam tata kelola data, organisasi BFSI dapat lebih siap menghadapi tantangan masa depan, mewujudkan adopsi AI yang aman, akurat, dan berkelanjutan. (EHS-01)




