Makronesia.id, Jakarta – Pasar aset digital sedang berada dalam momentum emas. Bitcoin (BTC) mencatatkan kenaikan harga yang spektakuler, melampaui US$100.000 atau sekitar Rp1,58 miliar. Lonjakan ini bukan hanya mengguncang pasar global, tetapi juga memberikan dampak signifikan pada perdagangan kripto di Indonesia. Data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan bahwa volume transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp475,13 triliun sepanjang Januari hingga Oktober 2024, meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menyebut bahwa kenaikan harga Bitcoin menjadi pemicu utama peningkatan aktivitas pasar. “Momentum bullish ini tidak hanya mendorong volume transaksi, tetapi juga menarik lebih banyak investor baru ke industri kripto,” ungkapnya. Di Tokocrypto, volume transaksi pada Oktober hingga November 2024 hampir tiga kali lipat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, mencapai nilai mendekati US$2 juta.
Bitcoin yang telah naik 131% sejak awal tahun menjadi magnet bagi para investor. Banyak dari mereka yang awalnya hanya berinvestasi di Bitcoin kini mulai melirik aset kripto lainnya, termasuk altcoin dan meme coin. “Lonjakan harga Bitcoin sering menjadi pintu masuk investor untuk mengeksplorasi aset digital lainnya,” tambah Iqbal.
Kenaikan harga Bitcoin yang melampaui US$100.000 dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah proses halving, yang mengurangi imbalan bagi penambang dan menciptakan kelangkaan pasokan. Selain itu, arus masuk dana institusional yang besar, termasuk lebih dari US$31 miliar dalam ETF Bitcoin di Amerika Serikat, turut memperkuat posisinya sebagai aset investasi jangka panjang.
Di sisi regulasi, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2024 dan penunjukan Paul Atkins, tokoh pro-crypto, sebagai ketua baru Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) memberikan angin segar bagi pasar kripto. “Keputusan ini mengurangi ketidakpastian regulasi dan mendorong lebih banyak investor untuk masuk ke pasar,” jelas Iqbal.
Efek domino dari kenaikan harga Bitcoin ini dirasakan di pasar Indonesia. Banyak investor ritel terdorong oleh fenomena Fear of Missing Out (FOMO), di mana mereka khawatir kehilangan peluang untuk meraup keuntungan besar. Namun, Iqbal mengingatkan bahwa lonjakan harga juga harus diimbangi dengan edukasi.
“Edukasi adalah kunci. Kami ingin memastikan bahwa investor memahami risiko yang melekat pada aset digital,” tegasnya. Tokocrypto terus mendorong inisiatif edukasi untuk membantu investor membuat keputusan yang bijak di tengah pasar yang semakin dinamis.
Dengan sentimen pasar yang optimis, masa depan kripto di Indonesia terlihat menjanjikan. Lonjakan transaksi ini tidak hanya mencerminkan minat yang semakin besar terhadap aset digital, tetapi juga menunjukkan potensi pertumbuhan ekosistem kripto yang lebih kuat dan berkelanjutan di masa depan. (EHS-01)