Balige – Makronesia.id – Puluhan orang berseragam Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Toba, polisi berseragam dan beberapa orang berseragam Aparat Sipil Negara, sejumlah pekerja proyek berompi orange, bahkan 1 unit alat berat, dikerahkan untuk membongkar unit rumah milik Mastiur Hutagaol, yang terletak di jalan Mulia Raja dekat Lapangan Sisingamangaraja XII Balige.
Pembongakaran ini dihadiri langsung oleh Poltak Sitorus selaku Bupati Toba. Sebelum dibongkar Plt Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Toba Herianto Butar-butar membacakan berita acara eksekusi tanpa dihadiri oleh pemilik rumah atau PH Mastiur Hutagaol.
Kepada kontributor makronesia.id, Harianto mengutarakan eksekusi bangunan itu sesuai berita acara pembongkaran nomor 2197/Satpol PP /XII/2022.
“Sebelumnya surat peringatan pertama, kedua dan ketiga sudah dikirimkan kepada yang bersangkutan atas nama Mastiur Hutagaol untuk pembongkaran bangunan namun tidak menemui solusi hingga pembongkaran ini berlangsung,” jelas Harianto.
Disebutkan juga Bupati Toba Poltak Sitorus berbicara melalui telepon kuasa hukum Mastiur Hutagaol, agar dengan ihklas dan lapang dada menerima tindakan mereka tanpa diberikan hak ganti untung atas hak kepemilikannya. Pasalnya menurut Poltak Sitorus bangunan rumah milik Mastiur Hutagaol itu berdiri di atas tanah negara, serta menyalahi peraturan daerah, terkait retribusi Izin Mendirikan Bangunan, di Kawasan tersebut.
Mastiur Hutagaol dalam beberapa kesempatan melalui kuasa hukumnya Toris Sihotang, mengungkapkan, Poltak Sitorus tidak secara jelas dan terang memberitahukan kepada Mastiur Hutagaol, hukum apa yang dilanggar, sebab menurut Mastiur Hutagaol jika dia sudah punya sertifikat SHM dari BPN sudah jelas dia tidak dapat dikategorikan melanggar hukum. Toris Sihotang selaku kuasa hukum Mastiur Hutagaol sangat menolak keras dilakukan pembongkaran bangunan karena menjadi objek perkara dalam proses pengadilan.
Toris Sihotang menyebutkan sama sekali tidak ada yang melanggar ketentuan hukum mengenai bangunan tersebut sebab fisik bangunan tersebut memiliki sertifikat dari BPN, dimana sertifikat kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh BPN sah secara hukum dan administratif tata letak kota diakui keberadaannya.
Toris Sihotang mempertanyakan kewenangan Satpol PP dalam membuat keputusan status hukum bumi dan bangunan yang tengah berperkara, apalagi status bangunan dan bumi tersebut telah ada sertifikat BPN -nya.
“Ini sangat arogan pak, kami sudah bersidang dari bulan Desember 2022, ingat ya ini persidangan bukan persoalan perkara sengketa kepemilikan namun perkara perlakuan adil dan layak terhadap kebutuhan parsial pemkab Toba, hakim juga telah memanggil para tergugat dan jelas pengadilan menolak dokumen yang diajukan tergugat sebagai dasar kekuatan hukum mereka, artinya dalam pemberkasan peradilan saja para tergugat tidak cakap secara administratif hukum, dan sangat mencemooh hukum dalam peristiwa pembongkaran”, jelas Toris Sihotang.
Boru Manurung, salah satu warga yang mengontrak di bangunan milik Mastiur Hutagaol sangat menyesalkan Tindakan aparat Pemkab Toba tersebut.
“Miris saya lihat ito jadi tontonan warga serame ini entah siapa yang salah di sini. Saya selaku yang ngontrak melihat pembongkaran ini sangat sedih. Menurut saya setiap bangunan rumah pasti ada kenangan historinya apalagi kek gini kayak dibongkar paksa sedihlah melihatnya,” Ucap boru manurung lirih.
Kontributor Makronesia.id di Balige menelusuri awal peristiwa ini terjadi, karena Pemkab Toba yang dipimpin Poltak Sitorus merasa terdesak waktu untuk merampungkan pembangunan blueprint F1H2O dimana akan dilaksanakan awal tahun 2023.
Penelusuran Makronesia menemukan fakta, bahwa, berdasar keterangan Poltak Sitorus. Event Olahraga musiman F12HO Boat Race, dia didapat dari hasil percakapan Poltak Sitorus selaku Bupati Toba dengan beberapa menteri termasuk disana Menteri Luhut Panjaitan, saat kunjungan Presiden Jokowi ke Toba dalam acara peresemian jalan by pass di Balige, melalui percakapan disudut cafe salah satu Hotel tempat menginap para menteri itulah Poltak Sitorus menyampaikan permintaannya agar diadakan suatu kegiatan untuk menunjang pemberdayaan warga lokal Toba.
Sejak awal dimulainya pengerjaan blueprint event F1H2O tersebut, para warga merasa di marginalkan atas kepemilikan tanah dan bangunan mereka, dimana Poltak Sitorus secara lugas menyatakan para pemilik bangunan dan tanah di wilayah blueprint event tersebut menyalahi aturan Pemkab Toba, sementara status tanah dan bangunan di wilayah tersebut menurut Camat Balige secara sah diakui pemerintah kala itu Pemkab Taput sebagai tanah ulayat (tanah hak milik adat) marga Napitupulu. (GS/BA)