Makronesia.id, Jakarta – Sejak lama, Nvidia dikenal sebagai raksasa dalam industri kecerdasan buatan (AI) dan pusat data, dengan dominasi yang sulit digoyahkan. Namun, dunia teknologi baru saja dikejutkan oleh kemunculan DeepSeek AI, entitas asal Tiongkok yang diklaim mampu menyaingi Nvidia dengan biaya pengembangan yang jauh lebih rendah.
Kabar ini langsung mengguncang pasar saham. Saham Nvidia (NVDA) anjlok lebih dari 10% setelah laporan mengenai DeepSeek AI mencuat. Investor mulai mempertanyakan apakah Nvidia masih mampu mempertahankan keunggulannya atau justru akan menghadapi kompetitor baru yang menawarkan teknologi serupa dengan harga lebih murah.
DeepSeek AI menarik perhatian karena klaim pengembangan model AI yang hanya memakan biaya USD $6 juta—angka yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan miliaran dolar yang biasanya dihabiskan perusahaan-perusahaan AI besar seperti Nvidia. Namun, klaim ini masih belum diverifikasi secara independen, menimbulkan spekulasi tentang transparansi serta sumber pendanaan di balik proyek ini.
Beberapa analis mencurigai bahwa DeepSeek AI didukung oleh High Flying, sebuah entitas bisnis milik pengusaha Tiongkok, Liang Wenfeng. Lebih jauh lagi, ada dugaan bahwa High Flying memiliki hubungan erat dengan pemerintah Tiongkok, yang tengah gencar mempercepat kemajuan teknologinya di tengah ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat. Jika spekulasi ini benar, maka persaingan DeepSeek AI dan Nvidia tidak hanya soal teknologi, tetapi juga bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas.
Ironisnya, meskipun diklaim sebagai pesaing Nvidia, DeepSeek AI justru menggunakan sekitar 50.000 unit GPU Nvidia untuk menjalankan teknologinya. GPU ini dibeli dalam jumlah besar oleh entitas Tiongkok sebelum pemerintah AS memberlakukan pembatasan ekspor chip ke negara tersebut. Ini menunjukkan bahwa meski Tiongkok mulai unjuk gigi dalam pengembangan AI, mereka masih sangat bergantung pada perangkat keras yang dibuat oleh Nvidia.
Kemunculan DeepSeek AI memang menimbulkan kepanikan di pasar saham. Namun, para analis dari lembaga keuangan ternama, termasuk Wedbush, percaya bahwa Nvidia masih memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan.
Ekosistem teknologi AI di AS jauh lebih luas dibandingkan hanya satu model AI baru dari Tiongkok. Industri semikonduktor, pusat data, infrastruktur, dan dukungan dari raksasa teknologi lainnya menjadi fondasi kuat bagi dominasi Nvidia. Dengan kata lain, meskipun DeepSeek AI bisa menjadi alternatif, menyaingi Nvidia bukanlah tugas yang mudah.
Menyadari persaingan yang semakin ketat, Nvidia tidak tinggal diam. Perusahaan ini berencana meningkatkan kapasitas produksi chip generasi terbaru mereka, Blackwell, hingga 100%. Selain itu, mereka juga bersiap meluncurkan GPU Rubin, yang secara khusus dirancang untuk menangani beban kerja AI di pusat data.
Dengan langkah-langkah ini, Nvidia berharap dapat mempertahankan dominasinya dan terus memenuhi lonjakan permintaan global untuk komputasi AI.
Meski menghadapi tekanan dari pesaing baru, Nvidia masih dalam posisi yang solid secara finansial. Analis Wedbush memproyeksikan bahwa pertumbuhan pendapatan perusahaan ini akan mencapai 75% secara tahunan. Selain itu, arus kas dan inventaris mereka tetap kuat, memastikan kemampuan Nvidia untuk terus berinvestasi dalam riset dan pengembangan tanpa kendala berarti.
Dengan semua faktor ini, apakah Nvidia akan benar-benar terancam oleh DeepSeek AI? Ataukah ini hanya gelombang kepanikan sesaat di pasar saham? Yang jelas, persaingan di industri AI semakin menarik untuk disimak.
Bagaimana menurut Anda? Apakah DeepSeek AI bisa benar-benar menggulingkan Nvidia, atau justru menjadi bukti betapa kuatnya dominasi perusahaan asal Amerika ini? (EHS-01)