Makronesia.id, Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk pasar keuangan global, harga Bitcoin kembali menghadirkan kisah pasang surut yang dramatis. Pada Senin (7/4) harga Bitcoin terhuyung-huyung turun di bawah level $80.000, mencerminkan kekhawatiran mendalam pelaku pasar atas tekanan makroekonomi dan kebijakan tarif impor kontroversial yang digagas oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Di balik angka-angka ini, tersimpan narasi lebih kompleks yang tidak hanya soal penurunan nilai, melainkan juga tentang dinamika sentimen investor dan prospek masa depan aset digital yang masih memikat.
Tekanan Eksternal dan Dinamika Pasar
Ketika kebijakan tarif impor yang diusulkan oleh Trump menggetarkan pasar global, investor pun bereaksi dengan kekhawatiran terkait potensi lonjakan inflasi dan perlambatan ekonomi. Guncangan ini tidak hanya mengguncang sektor tradisional seperti saham—di mana indeks Nasdaq 100, S&P 500, dan Dow Jones terjerumus ke zona koreksi—tetapi juga merembet ke ranah kripto. Dalam waktu 24 jam, pasar kripto mengalami penurunan nilai sebesar 2,45%, dengan kapitalisasi yang tersisa sekitar US$2,59 triliun, menyuarakan keresahan yang meluas.
Menurut analis dari Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, kebijakan tarif impor tidak hanya berdampak pada ekonomi riil, tetapi juga menanamkan keraguan di benak investor. “Kebijakan tarif Trump memicu kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi dan potensi perlambatan ekonomi global,” ungkap Fyqieh. Retorika politik yang tajam, ditambah peringatan dari Ketua The Fed, Jerome Powell, semakin menambah tekanan dan menimbulkan kekhawatiran bahwa arus modal akan terus menjauh dari aset berisiko seperti Bitcoin.
Kisah Para Pemain di Balik Layar
Di balik statistik dan grafik yang menggambarkan penurunan tajam, terdapat cerita tentang psikologi pasar dan strategi para pelaku yang harus menavigasi ketidakpastian global. Data menunjukkan bahwa lebih dari 53% trader mengadopsi posisi bearish pada Bitcoin, dengan rasio long-short yang turun ke 0,89. Angka-angka ini mencerminkan sentimen defensif, di mana trader bersiap untuk menghadapi kemungkinan penurunan lebih jauh.
Indeks Ketakutan dan Crypto Fear & Greed Index yang mendekati zona “Fear Extreme” menandakan bahwa tekanan jual mulai mendominasi pasar. Namun, di balik aura ketakutan ini, ada juga harapan dari para investor jangka panjang yang melihat fase koreksi sebagai momen konsolidasi. Fyqieh menambahkan, “Investor jangka panjang masih bisa melihat ini sebagai fase konsolidasi sebelum tren baru terbentuk.” Dengan prospek adanya pernyataan dovish dari The Fed atau kabar baik dari sisi regulasi, pasar kripto masih menyimpan potensi pemulihan yang menarik.
Proyeksi Harga dan Langkah ke Depan
Mata para analis tertuju pada level-level kunci sebagai patokan potensi pergerakan harga Bitcoin di masa depan. Dalam jangka pendek, diperkirakan Bitcoin akan berkisar antara $72.000 hingga $81.000, dengan level support penting di $72.800 dan resistensi yang terletak di sekitar $84.000. Jika tekanan global terus berdetak, ada kemungkinan Bitcoin bisa menguji ulang level psikologis $70.000.
Melihat ke depannya, skenario optimistis memperkirakan Bitcoin bisa mencapai kisaran $95.000 hingga $105.000, bahkan meroket hingga $120.000 hingga $125.000 apabila faktor-faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik mereda dan adanya langkah pelonggaran suku bunga oleh The Fed. Meski arus keluar modal dan tekanan pasar mendominasi saat ini, volatilitas yang tinggi juga membuka celah bagi para peminat kripto untuk menemukan peluang investasi di tengah ketidakpastian.
Di Persimpangan Risiko dan Peluang
Kisah penurunan harga Bitcoin pada Senin (7/4) bukanlah cerita yang berdiri sendiri. Di balik fluktuasi harga dan data statistik terdapat gambaran lebih luas tentang bagaimana keputusan politik dan kebijakan ekonomi global mampu mempengaruhi pasar aset berisiko secara signifikan. Bagi para investor, momen ini adalah tantangan untuk tetap waspada namun juga melihat peluang di tengah konsolidasi pasar.
Sambil menunggu angin segar dari pihak regulator atau tanda-tanda positif dari institusi keuangan global, para pelaku pasar diimbau untuk mengedepankan strategi yang fleksibel dan terus memonitor dinamika pasar. Di tengah arus keluar modal dan sentimen negatif yang merajalela, optimisme tentang pemulihan jangka menengah masih bisa menjadi cerita menarik di balik pasar kripto yang tak pernah lepas dari dinamika global.
Cerita penurunan harga Bitcoin kali ini mengajak kita untuk melihat lebih jauh dari sekadar angka. Ini adalah cermin dari kompleksitas ekonomi global—di mana kebijakan politik, sentimen pasar, dan strategi investasi bersinggungan dalam sebuah simfoni yang penuh intrik dan peluang. Bagaimanapun, di balik setiap krisis selalu tersimpan benih-benih potensi bagi pemulihan yang lebih kuat di masa depan. (EHS-01)




