Jakarta, Makronesia.id- Huawei Indonesia mengumumkan kolaborasi dengan Rainforest Connection (RFCx), sebuah startup yang mengubah ponsel daur ulang menjadi perangkat pendengaran bertenaga surya untuk memantau dan melindungi daerah terpencil di hutan hujan.
“Bersama dengan RFCx, kami ingin memberdayakan masyarakat lokal untuk melindungi hutan hujan menggunakan perangkat Huawei dan teknologi AI,” ucap Deputy Country Director, Huawei Device Indonesia, Lo Khing Seng.
Hal ini menurutnya adalah bagian dari kontribusi mereka untuk menciptakan kelestarian lingkungan melalui teknologi. Kolaborasi ini menurutnya sejalan dengan inisiatif TECH4ALL kami yaitu mendorong inklusi digital dan orang-orang akan tetap terhubung satu sama lain.
Kolaborasi dilakukan untuk melindungi hutan hujan di Pulau Sumatera dengan mengembangkan platform inovatif sebagai alat pengumpulan data, layanan penyimpanan, dan analisis data yang akurat tentang kondisi hutan. Melalui kolaborasi ini, Huawei menghadirkan teknologi pendukung, termasuk menggunakan smartphone yang dimasukkan ke dalam sistem untuk menangkap suara kegiatan hutan hujan serta menggunakan teknologi Huawei AI (Artificial Intelligence / Kecerdasan Buatan) agar dapat lebih memahami suara binatang di dalam hutan hujan. Teknologi-teknologi tersebut nantinya dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh beberapa spesies yang terancam punah.
Tidak lama setelah itu, Huawei menghubungi Topher untuk membicarakan kolaborasi lebih lanjut. Tak disangka, selama ini RFCx juga telah menggunakan sebagian besar ponsel daur ulang Huawei karena daya tahannya yang dapat bertahan hingga 2 tahun. Tentunya hal ini sangat mengesankan dalam melindungi hutan hujan. Hingga saat ini, teknologi ini telah digunakan di 10 negara di 5 benua, termasuk Sumatera yang hutan hujannya telah dilindungi lebih dari 2000 km2.
Kolaborasi ini berawal dari temuan besar Topher White tentang bagaimana ia dan timnya mendaur ulang ponsel lama untuk membantu melindungi hutan hujan dari penebangan liar. Kemudian penemuan itu diperkenalkan melalui acara TedTalk pada 2014.
Kolaborasi ini memilih hutan hujan di kawasan Muara Labuh, Sumatera Barat. Lembaga non profit yang peduli dengan hutan ini menciptakan sistem pemantauan audio bertenaga surya yang disebut Guardian. Sistem Guardian menggunakan ponsel Huawei lama sebagai inti dari sistem mereka. The Guardian, dilengkapi dengan telepon bekas Huawei, kemudian menangkap suara hutan hujan, termasuk suara gergaji mesin untuk pemburuan liar, api, atau kegiatan berbahaya lainnya. Didukung oleh Huawei Cloud dan menara telekomunikasi, suara akan diterima secara real-time oleh polisi hutan yang bertanggung jawab di lapangan terdekat agar melaporkan kejadian tersebut ke penegak hukum setempat.
Huawei dan RFCx juga mengembangkan model algoritma cerdas yang lebih akurat yang dibuat dari layanan kecerdasan buatan canggih Huawei (HUAWEI CLOUD AI) dan alat yang disebut dengan ModelArts. Pengembangan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebisingan gergaji mesin dan suara truk yang lebih akurat. Selain itu, Huawei membantu RFCx membangun model kecerdasan buatan yang dapat mendeteksi dan menganalisis suara spesies yang terancam punah, salah satunya orangutan. Model tersebut akan membantu polisi hutan melindungi spesies yang terancam punah melalui penyediaan informasi tentang habitat mereka, tanda-tanda ancaman, hingga kebiasaan hidup mereka.
Selama proyek berlangsung, tim RFCx mengunjungi beberapa desa atau disebut juga nagari, antara lain Nagari Sirukam, Nagari Pakan Rabaa Timur, Nagari Pakan Rabaa, dan Nagari Pasir Talang Timur. Dalam kunjungan tersebut, mereka bertemu dengan masyarakat setempat untuk memperkenalkan dan melatih mereka tentang bagaimana menggunakan sistem Guardian di hutan hujan yang ada di sekitar mereka. Respon dari masyarakat nagari sangatlah positif, meskipun ada sedikit kesulitan dalam mengenalkan teknologi baru karena tidak semuanya akrab teknologi digital. Berkat sistem dan aplikasi Guardian, salah satu desa berhasil mendapatkan satu peringatan pembalakan liar yang terjadi di hutan hujan sehingga mereka dapat langsung melaporkannya ke penegak hukum setempat.
“Konservasi hutan hujan sangatlah menantang karena ada banyak hal yang bisa terjadi, termasuk perburuan liar, pembalakan liar, pembakaran, dan banyak lagi. Dengan teknologi yang didukung oleh perangkat Huawei dan AI Cloud, kami berharap tidak hanya masyarakat sekitar saja yang dapat kami berdayakan namun juga orang-orang di kota-kota lain seperti Jakarta, untuk dapat mendengar suara hutan hujan serta mendeteksi dan memberikan tanggapan segera jika sesuatu yang berbahaya terjadi,” kata Topher White, Chief Executive Officer dan Pendiri Rainforest Connection (RFCx).
Sebagai informasi, Huawei adalah penyedia infrastruktur informasi dan komunikasi (TIK) dan perangkat global pintar terkemuka. Dengan semua solusi yang sudah terintegrasi di semua domain utama Huawei: jaringan telekomunikasi, IT, perangkat pintar, dan layanan cloud, Huawei berkomitmen untuk menghadirkan teknologi digital bagi setiap orang, rumah, dan organisasi untuk dunia yang cerdas dan dan juga terhubung sepenuhnya. Untuk informasi lebih lanjut tentang Huawei Indonesia, silakan klik https://consumer.huawei.com/id/
Sementara Rainforest Connection Didirikan pada tahun 2014 oleh fisikawan dan insinyur perangkat lunak ITER, Topher White, Rainforest Connection memiliki proyek di 10 negara di 5 benua, termasuk California, Kosta Rika, Ekuador, Peru, Bolivia, Brasil, Rumania, Kamerun, Afrika Selatan, dan Sumatera. Mereka adalah LSM yang berbasis di San Francisco, California. Mereka membantu melindungi dunia dari penggundulan hutan ilegal dan perburuan liar. Selain itu mereka juga telah bekerja sama dengan Google dan Amazon. (AM/BA)