Makronesia.id, Jakarta – Dunia keuangan digital di Indonesia memasuki babak baru dengan pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan aset digital dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Langkah strategis ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di kantor Kementerian Perdagangan hari ini.
Dalam seremoni tersebut, hadir Plt. Kepala Bappebti, Tommy Andana; Asisten Gubernur BI, Donny Hutabarat; Deputi Komisioner OJK, Moch. Ihsanuddin; serta sejumlah pejabat tinggi lainnya. Penandatanganan ini juga disaksikan langsung oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.
Menteri Budi Santoso menegaskan pentingnya langkah ini untuk memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi pelaku pasar keuangan digital. “Kami yakin transisi ini akan membawa manfaat jangka panjang, baik bagi sektor keuangan maupun pelaku pasar,” ujar Budi.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sesuai regulasi, OJK akan mengelola aset keuangan digital seperti kripto dan derivatif keuangan di pasar modal, sementara BI akan mengawasi derivatif berbasis Pasar Uang dan Valuta Asing (PUVA).
Untuk memastikan kelancaran transisi, Bappebti, OJK, dan BI telah menyusun strategi bersama. Mereka berkoordinasi dalam pengaturan, pengawasan, pengembangan infrastruktur, hingga peningkatan literasi masyarakat. OJK sendiri telah menyiapkan sistem perizinan digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT).
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyebutkan bahwa meski tugas ini baru bagi BI, potensi pasar derivatif PUVA yang besar bisa menjadi alternatif instrumen hedging bagi pelaku pasar. “Kami optimis, dengan sinergi yang kuat, pasar keuangan Indonesia akan semakin dalam, kredibel, dan mendukung visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Sepanjang Januari hingga November 2024, transaksi perdagangan fisik aset kripto di Indonesia mencapai Rp556,53 triliun, melonjak lebih dari 356% dibanding periode yang sama pada 2023. Sementara itu, jumlah nasabah aktif di sektor perdagangan berjangka komoditi (PBK) meningkat signifikan, dari 45.915 pada November 2023 menjadi 70.676 di November 2024.
Meningkatnya nilai transaksi ini menunjukkan besarnya potensi pasar aset digital di Indonesia. OJK, BI, dan Bappebti berkomitmen untuk menjaga momentum ini dengan memperkuat regulasi, infrastruktur, dan literasi keuangan.
Langkah pengalihan tugas ini diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan, memberikan perlindungan konsumen, serta mendukung pengembangan pasar yang lebih dalam dan terintegrasi. Dengan infrastruktur keuangan yang semakin kokoh, Indonesia kian siap menghadapi dinamika pasar global dan memanfaatkan potensi sektor keuangan digital untuk pertumbuhan ekonomi.
Menuju Indonesia Emas 2045, langkah ini adalah fondasi penting dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang kredibel, aman, dan inovatif. (EHS-01)




