Makronesia.id, Jakarta – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan dan pembayaran digital, literasi keuangan semakin menjadi kebutuhan mendesak, terutama bagi generasi muda. Fenomena ini membawa peluang besar, namun juga meningkatkan risiko penipuan dan perilaku konsumtif impulsif.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menegaskan pentingnya literasi keuangan untuk melindungi generasi muda dari kejahatan finansial. Dalam acara seminar “Make Money Skills for New Generation,” ia mengajak Gen Z untuk bijak dalam memanfaatkan produk keuangan sebagai bagian dari perencanaan masa depan.
“Literasi keuangan yang baik dan inklusi keuangan yang bijaksana akan membuat generasi muda lebih cerdas dalam mengelola keuangan dan terhindar dari kejahatan finansial,” ujar Friderica.
Dengan Gen Z yang mencakup hampir 28% dari populasi Indonesia, pengaruh mereka terhadap perekonomian cukup signifikan. Namun, banyak di antara mereka yang terpengaruh oleh tekanan sosial seperti YOLO (you only live once) dan FOMO (fear of missing out), yang seringkali memicu gaya hidup konsumtif.
Friderica juga mengingatkan akan maraknya tren “doom spending” di kalangan milenial dan Gen Z, yaitu belanja impulsif tanpa pertimbangan. Ia mendorong perilaku “delayed gratification” untuk mengatasi kecenderungan ini.
“Sangat penting bagi generasi muda untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan agar terhindar dari gaya hidup konsumtif,” tambahnya.
Meskipun penetrasi pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 196,71 juta, kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan masih ada. OJK melaporkan bahwa indeks literasi keuangan pada tahun 2023 baru mencapai 65,43%, menunjukkan perlunya peningkatan edukasi.
Di tengah kemunculan aset digital seperti kripto, Wan Iqbal, CMO Tokocrypto, menekankan bahwa pemahaman tentang investasi kripto menjadi penting. Dengan kripto kini menjadi pilihan investasi populer, ia menyoroti perlunya literasi keuangan untuk memahami risiko dan volatilitas pasar.
“Kripto menawarkan peluang baru, tetapi tanpa pemahaman yang baik, inovasi ini bisa menjadi risiko,” ujar Iqbal. Ia menambahkan bahwa regulasi OJK di industri kripto diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi para investor muda.
Menurut Iqbal, kemampuan mengelola uang bagi generasi muda bukan hanya soal mencari penghasilan, tetapi juga tentang mengelola, berinvestasi, dan melindungi kekayaan di era digital.
“Kedua pihak, OJK dan pelaku industri, berupaya memberikan pengetahuan dan alat yang diperlukan bagi generasi ini untuk mencapai kesuksesan finansial,” tutup Iqbal.
Dengan penekanan pada literasi keuangan, generasi muda diharapkan dapat memanfaatkan peluang di dunia digital sambil menjaga keuangan mereka tetap aman. (EHS-01)