Jakarta, Makronesia.id — Penolakan terhadap Tim Sepakbola Israel di dalam negeri mempengaruhi diplomasi dan politik luar negeri Indonesia dalam berbagai sektor, termasuk mempengaruhi keputusan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah pertandingan Sepak Bola Dunia Usia 20 oleh FIFA. Pragmatisme dalam diplomasi itu membawa dampak buruk terhadap isu di dalam negeri dan luar negeri. “Dampak dari persoalan dengan pihak luar itu sejak awal tidak kita sadari, padahal mestinya publik, pemimpin politik, dan Kepala Negara sebagai Panglima Diplomasi Indonesia menyadari bila tindakan yang terjadi di dalam negeri akan mempengaruhi keputusan pihak luar dalam hal ini organisasi Sepak Bola FIFA,” kata Hazairin Pohan, SH,MA, diplomat yang pernah menjadi Dubes RI di Polandia.
”Komplikasi pada tingkat elite dan kemudian terjadi benturan-benturan yang tidak disadari dari awal akan berdampak kepada luar negeri. Sebenarnya kita sebagai tuan rumah itu kan menerima mandat internasional, sudah seharusnya kita menjalani tugas atau mandat itu dengan sebaik-baiknya, bukan mengambil ruang bagi kesempatan wacana politik.”
Penjelasan Hazairin Pohan itu disampaikan dalam Zoominar Leterasi APA USU (Advokasi Pakar Alumni USU) “Membaca Relasi Indonesia-Palestina-Usrael-FIFA”, Minggu (1/4/2023). Seperti kita tahu, Presiden FIFA Gianni Infantino melesakkan dua Gol dalam satu tendangan. yaitu : “to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023” dan saksi FIFA “potensial sanctions agains the PSSI may also be decided at a later stage”.
Hazairin menilai bahwa Israel telah menjadi anggota Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA dan tidak dapat dicegah oleh siapa pun, termasuk Indonesia. Ia memberi contoh terjadi dalam organisasi parlemen dunia yang menghadirkan Israel dalam konferensi dunia (Inter-Parliamentary Union) di Jakarta, pihak pengundang adalah parlemen dunia dan Indonesia sebagai tuan rumah tetap menfasilitasi Israel dalam persidangan. Begitu pula dalam konteks tuan rumah Sepab Bola, seharusnya Indonesia hanya fokus untuk menjalankan mandat dari FIFA.
Ia membandingkan ketika Presiden Soekarno menolak Israel dalam konteks Olimpiade tandingan Ganefo atau Asian Games karena Indonesia memutuskan sendiri, tetapi dalam konteks Sepak Bola Usia 20 ini Indonesia mendapat tugas dari FIFA sebagai satu tugas internasional dan Indonesia menerima tamu, termasuk tim Sepak Bola Israel. “Kegagalan ini menunjukkan leadership kita sedang anjlok dalam diplomasi dunia dengan performance yang kian lemah. Ini akhirnya FIFA menganggap kita tidak layak lagi untuk menyelenggarakannya,” tegas Hazairin yang juga pernah menjadi wartawan ini.
Sementara diplomat yang banyak bertugas di negara-negara Timur Tengah, Abdul Munim Ritonga, SH,MH menilai Indonesia memang memiliki kedekatan emosional atau aspek sejarah terhadap Palestina. “Kalau kita lihat dari aspek sejarah orang Indonesia itu tidak begitu kenal dengan Israel. Tapi dengan Palestina ada hubungan sejarah seperti pengakuan kemerdekaan Indonesia itu pertama kali diakui oleh syech-syech dari Palestina walau masa itu belum terbentuk negara Palestina. Bagi Palestina ada harapan bahwa Indonesia sebagai negara besar punya ikatan sejarah sebagai saudara dengan Palestina dan membela mereka. Kita tetap memihak terahadap Palestina untuk merdeka, apalagi ada Masjid Al-Aqsa di sana di mana kepentingan agama ini sangat besar perannya,” kata Abdul Munim.
Pembicara Rosemary Sabri, MA menilai FIFA juga tidak bebas nilai. “FIFA pun sedang mengalami diskriminasi. Dari sisi politik global, FIFA terlalu berat sebelah seperti pengecaman terhadap Rusia sementara perhelatan yang dilakukan Amerika di Timur Tengah FIFA tak pernah bunyi,” kata Rosemary.
Pembicara lain dalam Zoominar ini adalah Prof.Dr. Sutiarnoto, SH,M.Hum (Gurubesar Ilmu Hukum USU), Dr. Warjio,SS, MA (Dosen FISIP USU), Rosemary Sabri, MA (Dosen FISIP USU). Bertindak sebagai host Chairul Munadi, SH,MH (Sekretaris Eksekutif PP IKA USU), moderator Muhammad Joni, SH,MH (Sekjen PP IKA USU), dan penyimpul diskusi Mulia Nasution.
Diskusi ini terselenggara atas inisiatif, dari Raden Mulia Nasution, seorang Wartawan Senior Alumni Fakultas Ilmu Budaya USU, Muhammad Joni Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat, Ikatan keluarga Alumni (IKA) USU, dan Chairul Munadi pengamat Sosial juga dari IKA USU. (rel/BA)