Jakarta, Makronesia.id – Seiring perkembangan teknologi digital dewasa ini, keamanan dan perlindungan terhadap data pribadi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Seyogjanya, perlindungan data pribadi adalah hak privatisasi yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Sudah seharusnya kehadiran negara mampu melindungi hak warga negara tersebut.
Hal itu terungkap dari diskusi bertajuk “Kebebasan Informasi Versus Hak Atas Privasi: Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Data Pribadi,” yang diadakan oleh Kolegium Jurist Institute bekerja sama dengan Awardee Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Universitas Indonesia (LPDP UI), Keluarga Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Keluarga LPDP FHUI), dan Infermia Publishing secara daring pada Senin (28/09/2020).
“Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam pemenuhan informasi dan perlindungan data pribadi seseorang. Mengingat informasi merupakan salah satu hal penting yang dibutuhkan masyarakat,” kata Pemerhati Media Massa Dr. Raja H. Napitupulu.
Ia mencontohkan, beberapa waktu lalu seorang awak media mengalami doxing atau tindakan bullying dan ancaman yang disampaikan di media akibat pemberitaannya terhadap suatu isu dari seorang narasumber. Media yang pada hakikatnya berfungsi menyampaikan informasi kepada masyarakat sudah mulai diusik keberadaannya.
“Ada beberapa peristiwa yang membuat media terganggu seperti doxing, pembungkaman, persekusi, pembredelan, dan tindak kekerasan bullying. Hal ini tentu mendapat kecaman dari himpunan pers dan LSM,” jelas dia.
Menurut Raja, dalam menyajikan informasi, seorang jurnalis membutuhkan data yang sangat penting untuk membuat pemberitaan yang benar dan tidak ada unsur plagiarisme. Hal itu juga diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan bahwa pers memiliki hak untuk menyebarkan informasi, sehingga pers tidak bisa dilarang untuk menyebarkan informasinya. “Namun, penyebaran berita itu juga harus sesuai dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan terhadap data pribadi seseorang,” katanya lagi.
Dia juga mencontohkan pemberitaan penderita Covid-19 pertama kali di Depok sehingga banyak orang yang mengetahui tentang data diri si korban. Dampaknya tidak hanya pada korban tetapi juga kepada keluarga korban yang mendapat tekanan dan dikucilkan oleh publik, padahal diketahui bahwa korban akhirnya dapat disembuhkan. Ada juga kasus kebocoran data pribadi seperti nomor KTP, nomor handphone, dan data pribadi lainnya yang seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.
“Karena itu, kehadiran negara sangatlah besar dalam melindungi data pribadi seseorang terutama dari pemberitaan yang dilakukan oleh media sehingga informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan. Kehadiran negara juga bisa memproteksi jurnalis dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengedukasi masyarakat,” ungkap Raja.
Perlindungan Data Pribadi
Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H., mengatakan perlindungan data pribadi menjadi sangat penting di era teknologi dan informasi yang berkembang pesat. Apalagi saat ini, hampir semua data pribadi seseorang dapat diakses dimana saja. Penyebaran dan kebocoran nomor handphone seseorang yang seharusnya tidak bisa tersebar di tengah masyarakat tanpa seizin pemiliknya, kini semakin masif.
“Akibatnya banyak pihak yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan nomor tersebut. Hal ini tentu harus dikaji dan perlu menjadi perhatian dari pemerintah,” papar Redi.
Senada dengan itu, penulis buku Kebebasan Informasi Versus Hak Atas Privatisasi Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Data Pribadi, Dr. Nenny Rianarizkiwati, S.H., LL.M., mengungkapkan penyebaran data pribadi seseorang sering terjadi. Ia mencontohkan, keluhan beberapa rekannya yang mendapat pesan “liar” melalui WhatsApp (WA) dan Short Message Service (SMS), tanpa mengenal si pengirim dan nomor kontaknya.
“Itu sebab, saya tergelitik untuk mencari penyebab dan mengkaji secara lebih dalam terkait aspek perlindungan data pribadi. Hasil penelitian kami menemukan bahwa selama ini kerahasiaan data pribadi di Indonesia belum dilindungi dengan cukup baik,” ungkap Nenny.
Menurut dia, saat ini bukan hanya konsumen Indonesia yang mengalami masalah perlindungan data pribadi. Banyak negara-negara di dunia juga mengalami dan sedang memerangi permasalahan tersebut. Namun di Indonesia, perhatian negara terhadap perlindungan data pribadi masih sangat lemah. Karena itu, melalui bukunya, Dr. Nenny menyajikan secara mendalam aspek konstitusi, kajian global, informasi dan privatisasi, putusan Mahkamah Konstitusi, studi kasus dan perbandingan perlindungan data pribadi dengan negara-negara lain.
Hak Asasi Manusia
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Unversitas Hasanuddin Prof. Dr. Judhariksawan, S.H., M.H., menjelaskan, kebebasan informasi dan perlindungan data pribadi merupakan Hak Asasi Manusia yang bersifat derogable atau derogable rights. Kedua-duanya telah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 17 International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Pasal 28 F dan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945.
“Diskursus perdebatan, apakah data pribadi itu adalah hak kepemilikan dalam makna HAM atau merupakan makna kepemilikan dalam hal kebendaan? Jika data pribadi itu merupakan HAM maka harus mengikuti ketentuan haknya. Jika data pribadi itu merupakan milik kebendaan, maka itu merupakan penyalahgunaan data bukan hak kepemilikan. Kebebasan orang akan dibatasi dengan kepentingan orang lain. Saling melengkapi untuk menghargai hak orang lain,” ujar Prof Judhariksawan.
Prof. Judhariksawan menilai, kehadiran buku Kebebasan Informasi Versus Hak Atas Privatisasi Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Data Pribadi, karya Dr. Nenny Rianarizkiwati dapat dijadikan rujukan dan pelengkap khazanah pengetahuan terutama dalam mengkaji data pribadi dan masukan dalam pembahasan rancangan UU tentang data pribadi.
Hal senada disampaikan Komisioner Komisi Informasi Pusat Arif Adi Kuswardono yang mengatakan, diskusi tentang perlindungan data pribadi dan tanggung jawab negara yang diulas dalam buku karya Dr. Nenny hadir di saat yang tepat.
“Perspektif yang disampaikan Dr. Nenny memperjelas pengertian antara hak privasi (privacy rights), informasi pribadi dan data pribadi, mengungkap hubungan antara HAM, hak atas informasi dan hak privasi (privacy rights), termasuk hubungan antara perlindungan privacy rights dengan tingkat kesejahteraan (Indeks Pembangunan Manusia), dan mengkaji pengaturan data pribadi berbasis manajemen bentuk perlindungan dan negara/regional,” tandas dia. (AM/BA)