Ditulis oleh ;
Ilham Prasetya Gultom, S.H, M.Han, Advokat sekaligus pemerhati Pertahanan, Alumnus Universitas Pertahanan Indonesia
Ombak di laut Natuna Utara mengalun tenang. Barisan kapal kapal penangkap ikan telah berada diposisi masing masing. Sekilas tidak ada yang aneh, sampai kemudian pesawat patroli udara Angkatan Laut Indonesia memastikan gambar dari radar mereka, bahwa tiga puluhan kapal tersebut bukanlah kapal nelayan Indonesia, tapi kapal nelayan asing yang sedang beroperasi di laut Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Kejadian itu langsung dilaporkan. Markas merespon laporan tersebut dengan mengirimkan KRI Tjiptadi dan KRI Teuku Umar beserta ratusan personel Angkatan Laut, Darat dan Udara untuk berpatroli di Perairan Natuna. KRI Tjiptadi-381 sendiri langsung berhadapan dengan kapal China Coast Guard yang menjadi pengawal kapal kapal pencuri ikan tersebut. Sejak tanggal 30 Desember 2019 sampai dengan 4 Januari 2020 kemarin, kapal kapal nelayan China terus saja keluar masuk perairan Indonesia di laut Natuna Utara. Kapal Patroli Bakamla bahkan beberapa kali telah mengusir kapal asing yang melakukan pencurian ikan yang vidionya sempat viral di media sosial. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, telah memanggil Duta Besar China di Jakarta dan menyampaikan Nota Diplomatik protes. Indonesia meminta China mengikuti dan mentaati United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). UNCLOS 1982 ini sendiri merupakan Konvensi Hukum Laut atau Perjanjian Hukum Laut.
AROGANSI CHINA
Konflik Laut China Selatan sampai saat ini memang belum dikatakan selesai. Sejumlah klaim dari beberapa negara, terutama China dan Taiwan sangat gencar dalam membicarakan Laut China Selatan. China sendiri selalu menonjolkan claim nine dash line. China menggambar sendiri garis pada peta pemerintah China, dan mengklaim wilayah Laut China Selatan mulai dari Kepulauan Paracel sampai kepulauan Spratly. Tentu saja Vietnam dan Taiwan berkeberatan dan menolak dengan keras klaim China atas perairan Paracel. Begitu juga Filiphina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam menolak keras atas klaim China atas perairan pulau Sparatly. Tindakan klaim China tersebut memang sangat konyol. Tapi sesungguhnya disitulah kearoganan mereka. Bayangkan saja, mereka mengklaim sepihak atas kedaulatan dan kontrol suatu wilayah baik itu tanah, air, dan dasar laut, tanpa bisa menetapkan dengan jelas berapa dan dimana koordinat untuk pulau ataupun penarikan garis dasar klaim tersebut. Dan disaat bersamaan, mereka juga ikut sebagai negara yang mengakui UNCLOS 1982. Keterlaluan !
Dalam konteks Laut China Selatan, China selalu menghembuskan tentang Traditional fishing ground. Profesor Hasyim Djalal, Ahli hukum laut sekaligus diplomat handal yang pernah dimiliki Indonesia mengatakan, bahwa istilah Traditional fishing ground itu sama sekali tidak dikenal dalam dunia hukum laut. Semakin absurd bila kemudian China meminta negara negara lain untuk menghormati Traditional Fishing Ground sebagai bagian dari hak China atas wilayah laut China selatan. Didalam UNCLOS 1982, istilah yang dikenal adalah Traditional Fishing Right. Ini adalah hak perikanan. Negara negara yang memiliki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) harus berunding dengan negara yang juga bersentuhan dan memiliki ZEE. Itulah sebabnya Indonesia berunding dengan Malaysia mengenai kepulauan Anambas.
Kesepakatan UNCLOS 1982 sudah tegas mengatur tentang Traditinonal Fishing Right ini. Untuk mengubahnya harus dengan persetujuan negara yang memiliki ZEE. Di dalam hukum laut, ada juga semi enclosed sea (Laut Tertutup atau Semi-tertutup .Untuk tujuan Konvensi ini, ‘laut tertutup atau semi tertutup’ berarti jurang, cekungan atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih negara dan dihubungkan ke laut atau laut lain melalui saluran sempit atau seluruhnya, atau sebagian besar terdiri dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusif dari dua atau lebih negara pantai. Ada semacam kewajiban juga untuk mengadakan kerjasama dibidang perikanan. Ada pengaturan bagaimana ikan dipulau tertutup harus dikelola bersama antara negara negara pantai. Jangan sampai ada negara pantai yang mengambil semua ikan, sehingga negara tetangganya tidak bisa lagi memperoleh ikan disana. China menunjukkan arogansinya dengan tidak pernah mengajak Indonesia berunding tentang Traditional Fishing Right ini.
MENJAGA KEDAULATAN
Viralnya vidio pengusiran kapal nelayan China dan kapal China Coast Guard oleh kapal patroli Indonesia, sudah pasti menjadi pembicaraan hangat dalam minggu ini. Seperti biasa, masyarakat terbelah. Sebagian menilai, pemerintah Indonesia sangat lemah dan terlalu lembek terhadap pemerintah China. Dan bagi masyarakat pendukung pemerintah, langkah langkah diplomasi yang dilakukan sudah tepat. Lantas, bagaimana menyikapi pencurian ikan diwilayah kedaulatan Indonesia yang dilakukan secara “terorganisir” oleh kapal kapal nelayan China tersebut?
China merupakan negara sahabat bagi Indonesia. Meskipun dimasa lalu hubungan China dengan Indonesia pernah mengalami fase pasang surut, namun faktanya hari ini, China dan Indonesia berada dalam titik “termesra” sepanjang sejarah pergaulan kedua negara ini. Investasi yang digelontorkan oleh China kepada Indonesia dalam membangun berbagai proyek infrastruktur menjadi alasan pengikatnya. Bagaimana dengan pencurian kekayaan laut yang mereka lakukan?
Dalam kehidupan bernegara maupun kehidupan pergaulan Internasional, moral dan etika tetap harus dikedepankan. Indonesia paham akan hal tersebut. Nilai nilai luhur yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 mesti dijunjung tinggi. Pemerintah Indonesia harus mampu menempatkan diri dihadapan negara sahabat, begitu juga saat berada dihadapan negara Investor. Berteman dan mendapatkan bantuan dari negara lain, tidak lantas membuat negara kita harus menunduk dan tidak berani sejajar. Indonesia itu negara berdaulat. Oleh karena itu, pemerintah juga harus mampu menempatkan diri ketika berhadapan dengan pencuri !! Tidak boleh pemilik rumah yang kemalingan, kemudian bernegosiasi dengan maling dirumahnya sambil menjamu maling tersebut dimeja makan. Tidak akan pernah !!
SIAGA TEMPUR DI AWAL TAHUN
Jakarta merespon dengan cepat perkembangan situasi yang terjadi. Melalui Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (PANGKOGABWILHAN I) Laksdya TNI. Yudo Margono,SE.M.M diperintahkan untuk melaksanakan pengendalian operasi siaga tempur terkait pelanggaran di wilayah perairan laut Natuna Utara. Mengamankan kedaulatan wilayah perairan menjadi tugas utama yang diemban. Ancaman dari negara negara lain, maupun ekses dari insiden pengusiran kapal, atau kemungkinan tindakan balasan harus diantisipasi dengan cermat, taktis dan efektif. Postur kekuatan pertahanan yang mencakup kekuatan, kemampuan dan gelar menjadi tiga kunci kesuksesan operasi ini, termasuk kekuatan moril seluruh prajurit yang bertugas.
Situasi di China juga saat ini sedang menghangat. Presiden Xi Jinping, baru saja menandatangani surat perintah mobilisasi latihan pasukan tempur kepada Komisi Militer Pusat (CMC). Sepertinya tahun baru 2020 ini akan lebih panas dan menggelora. Sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (CPC) sekaligus ketua CMC, Xi memberikan penekanan agar latihan yang akan dilakukan adalah kondisi pertempuran yang nyata.
Dibelahan benua lain, pria tua yang mempopulerkan kampanye Make America Great Again dengan bangga telah mengumumkan kepada seluruh dunia, atas keberhasilan mereka melakukan serangan presisi tanpa cacat yang menewaskan Qassem Solemani seorang Jenderal Iran, Komandan pasukan Quds, namun oleh Donald Trump disebut sebagai teroris. Dalam kesempatan tersebut, Trump juga menyampaikan pesan kepada dunia, bahwa selama kepemimpinannya, teroris yang melukai atau berniat untuk menyakiti orang Amerika manapun, akan berhadapan dengan mereka. Amerika akan menemukan dan melenyapkan siapapun itu.
Apa korelasinya?
Perseteruan Amerika dan China yang masih betah menjalani perang dagang, tentu saja membuat tinggi tensi kedua negara tersebut. Mereka akan berupaya lebih keras untuk bisa segera mengusai berbagai sumber daya, baik di negara sendiri, maupun sumber daya pada negara negara yang menjalin kerjasama. Semakin cepat menguasai sumber daya, akan memastikan siapa diantara mereka yang memenangkan perang dagang tersebut. Oleh karena itu, negara negara yang sedang bekerjasama dengan salah satu diantara China maupun Amerika harus mampu dan pandai membaca situasi secara cepat. Indonesia sampai saat ini masih mampu menjaga posisinya, masih pada jalur yang benar. Oleh karena itu, konflik yang barusan terjadi di laut Natuna Utara harus mampu dikelola dan diselesaikan dengan cantik. Tegas dalam bersikap, piawai dalam bertindak.
Artikel ini sudah terbit di www.senayanpost.com