Makronesia.id, JAKARTA – PT Takeda Innovative Medicines telah menjalin kemitraan dengan Good Doctor Technology, penyedia layanan kesehatan berbasis teknologi, untuk memperluas akses terhadap layanan vaksinasi Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan tujuan mencapai nol kematian akibat DBD di Indonesia pada tahun 2030. Melalui kolaborasi ini, Good Doctor menjadi mitra resmi Takeda dalam memberikan edukasi dan vaksinasi DBD kepada karyawan, keluarga karyawan, dan mitra korporasi Good Doctor.
Indonesia mengalami peningkatan kasus DBD yang signifikan, dengan jumlah kasus mencapai 143.266 dan 1.237 kematian pada tahun 2022, hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Takeda berkomitmen untuk memerangi DBD dengan menyediakan akses yang lebih luas terhadap vaksinasi dan melalui kerja sama publik-swasta yang komprehensif.
Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, melalui siaran pers nya kemarin, menyatakan bahwa kerja sama ini memungkinkan akses yang lebih besar bagi masyarakat untuk mendapatkan perlindungan yang lebih komprehensif melalui vaksinasi DBD. Ia mengakui peran Good Doctor dalam fokus mereka terhadap kesehatan karyawan melalui kemitraan B2B, yang dapat mempercepat adopsi vaksinasi dan mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan DBD.
CEO PT Good Doctor Technology, Danu Wicaksana, merasa terhormat karena Takeda mempercayakan mereka untuk mengimplementasikan kampanye #Ayo3mplusVaksinDBD dalam rangka mendukung program pemerintah melawan DBD. Good Doctor akan melaksanakan kampanye ini melalui edukasi dan vaksinasi bagi karyawan dan mitra korporasinya. Mereka juga mendorong mitra korporasinya untuk menerapkan pendekatan 3M Plus (menguras, menutup, mendaur ulang, serta langkah-langkah lain) di lingkungan kerja mereka sebagai langkah komprehensif dalam penanggulangan DBD.
Sebagai informasi, DBD adalah masalah kesehatan masyarakat global, dan WHO telah menggolongkannya sebagai ancaman kesehatan global. Indonesia, dengan iklim tropisnya, mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang menjadi vektor penyakit DBD. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus DBD di Indonesia terus meningkat. DBD bukan hanya menjadi ancaman pada musim hujan, tetapi nyamuk penyebabnya dapat ditemukan sepanjang tahun. Risiko infeksi kembali setelah sembuh dari DBD juga ada, dan dalam beberapa kasus, DBD bisa menyebabkan komplikasi serius hingga kematian.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan penyebaran DBD, termasuk kampanye seperti Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dan vaksinasi mandiri. Ketersediaan vaksin DBD untuk usia 6-45 tahun adalah salah satu langkah inovatif dalam pencegahan DBD. Rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah memperkuat pentingnya vaksinasi DBD dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Upaya bersama seperti ini menekankan bahwa penanggulangan DBD bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga merupakan kerja sama yang melibatkan berbagai pihak termasuk sektor swasta, dan mengedepankan upaya pencegahan sebagai langkah penting dalam melawan penyakit ini. (EHS-01)