Ismail (45) membuang sisa kuah mie instan yang barus saja selesai ia rebus ke selokan di depan warungnya, melalui jendela.
Kejap kemudian, ia menuang Tiga sendok makan minyak goreng, ke dalam kuali (wajan) yang sudah kering tadi. Beberapa detik kemudian minyak goreng itu pun mendidih. Ismail memasukkan irisan daun bawang, seledri, dan sambal kemudian ia “mengosengnya” sebentar.
Tak sampai semenit, sayur dan sambal langsung meruap, menyebarkan aroma lezat ke penjuru warungnya. Seperti layaknya akan memasak sayur tumis, Ismail yang akrab dipanggil Bang Mail menuangkan setengah gayung air, kemudian menutup kuali dengan tutup dandang, menunggunya sejenak, sebelum memasukkan tiga bungkus mie instan merek Indomie ke dalamnya. Kembali ia menutup kuali, sebelum memecahkan telur mentah dipinggir kuali, untuk dituang ke dalamnya.
Aroma telur, bercampur dengan bumbu yang telah ditumis beserta mie instan setengah mengembang, menggoda lidah untuk secepatnya mengecap, saat Mail membuka tutup kuali tersebut.
Ritual memasak mie instan ala Kota Kisaran, Asahan, Sumatera utara itu pun selesai. Mie instan bermerek “Indomie” (bukan promosi ya, tapi memang hanya merek ini yang rasanya mantap) ala Kisaran siap dihidangkan. Tapi sebelumnya ia memasukkan terlebih dahulu seluruh bumbu mie instan yang terdapat didalam kemasan untuk mempertegas rasa instan tersebut.
“Kalau tak kita masukkan bumbu bawaannya, justru rasa indomienya gak kena sama pelanggan,” ucap Mail saat berbincang dengan Makronesia.
Tak lebih dari 10 menit Mail berakrobat memasak mie instan plus bumbu tambahan tersebut, kemudian ia menyajikan ke palanggan dalam keadaan masih panas mengepul.
Tapi, biasanya pelanggan sudah menunggu dengan “air liur” nyaris tumpah, kemudian menyantapnya secepat mungkin, sembari meniup-niup kuah atau mie-nya demi memuaskan nafsu makannya.
Warung ini sudah beroperasi sejak tahun 1990an. Letaknya tepat di seberang kantor PT Telkom Regional Kisaran, jalan HOS. Cokroaminoto – Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Hanya berjarak “sepelemparan batu” dari pintu gerbang stasiun Kerata Api Kisaran. Tak lebih dari lima menit berkendara motor atau mobil dari jalan Lintas Sumatera dan sepuluh menit dari lapangan Parasamya Kisaran .
Kota Kisaran adalah ibukota Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Jaraknya Empat jam perjalan dari Medan, menggunakan kereta api atau bus. Sekitar Lima jam dari Rantau Parapat, Labuhan Batu, dan sejam perjalanan dari Kota Tanjung Balai, Asahan.
Warung Indomie paling melegenda seantero Kota Kisaran ini terbilang sempit. Lebar kedainya tak lebih dari 6 meter dengan panjang juga kurang lebih sama. Mail menempatkan lemari pajangan Indomie, tomat mentah, timun, dan daun bawangnya di bagian depan warung. Sejajar dengan kompor dan tempat bumbu. Di bawah kompor terdapat keranjang sampah, yang dkhusukan untuk menampung kemasan mie instan dan kulit telur yang telah dipecahkan.
Mail biasanya berdiri membelakangi meja-meja makan pelanggannya saat ia meracik dan memasak. Di Belakangnya hanya ada 3 meja panjang beserta bangku panjang di kedua sisi meja. Pelanggannya rela mengantri demi menyantap mie rebus ala Ismail ini. Mail juga menyediakan Sate Kerang berbumbu rendang siap santap, di setiap meja warungnya.
Setiap satu porsi Indomie ia banderol dikisaran Rp 15.000 – Rp 20.000, tergantung banyaknya telur yang dipakai guna menambah lezat rasa mie rebus tersebut.
Pelanggannya biasanya membludak saat malam hari. Apalagi saat penumpang turun dari kereta api di stasiun Kisaran tersebut. Mail sendiri memulai aktivitasnya usai Ashar hingga dini hari.
Sejak tahun 2000an, sudah banyak peniru warung Indomie ala Ismail ini. Baik dari segi gaya memasaknya, bumbu hingga model penyajiannya. Namun sebagian penikmat “Indomie Mail” ini mengakui, Bang Mail tak ada bandingannya ditempat lain.
Seingatku, sejak menempuh pendidikan SLTA aku sudah menjadi pelanggan Indomie Bang Mail. Menempuh pendidikan Strata 1 pada Universitas Sumatera Utara, barulah semakin sering aku mengkonsumsi Indomei Mail ini. Memang rasanya tak ada bandingannya, mienya tak terlalu kembang, bumbunya juga terasa meresap ke dalam mie.
Monto Citrawan Siahaan, pedagang pakaian jadi, mantan penduduk Jalan Pendidikan, Kisaran Timur, yang saat ini bermukim di Bandung mengaku sering rindu dan terkenang makanan khas anak-anak malam di kota Kisaran tersebut.
“Apalagi awak yang merantau ini, dari remaja awak dah makan Indomie itu, asal lihat orang makan indomie awak pun rindu indomie Mail,” ucapnya. (budi Alimuddin)