Reporter : Purnomo
MOJOKERTO, MAKRONESIA.id – Musim kemarau yang cukup lama mengakibatkan sekitar 50 lebih waduk dari 60 waduk di Kabupaten Mojokerto kering. Waduk yang mengering tersebut tersebar di utara wilayah sungai Brantas, 11 waduk di Kecamatan Jetis, 18 waduk di Kemlagi, dan 21 waduk tersebar di Kecamatan Dawarblandong.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto, Muhammad Zaini menegaskan, kemarau panjang yang terjadi tahun ini juga berimbas terhadap penyusutan air di sejumlah waduk. “Hasil pemetaan BPBD mencatat ada 50-an waduk yang mengering,” ungkapnya, Selasa (20/8/2019).
Musim kemarau panjang berpengaruh pada bencana kekeringan yang sudah menjadi langganan setiap tahunnya. Di tiga kecamatan, yakni Jetis, Kemlagi dan Dawarblandong tidak turun hujan sehingga berpengaruh pada menyusutnya air di sejumlah waduk di tiga kecamatan tersebut.
“Tanah waduk juga retak-retak karena tidak ada suplai air. Ditambah cuaca sekarang ini cukup panas. Padahal air waduh biasanya dimanfaatkan warga untuk mencukupi kebutuhan hewan piaraan dan lahan pertanian. Sebanyak 50 lebih waduk tersebut dengan total luasan waduk yang terdampak sekitar 50-55 hektare,” katanya.
Selain dropping air bersih sebagai upaya tanggap darurat, BPBD juga terus mendorong Organiasi Perangkat Daerah (OPD) teknis dalam hal ini, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan minigasi struktural dalam bentuk civil teknis dan vegetative.
“Yakni melakukan normalisasi pengerukan serta perbaikan fisik waduk, utamanya yang ada di utara sungai. Selain itu, kita juga melakukan reboisasi yang berfungsi menyimpan air, seperti bambu petung, mahoni dan lainnya. BMKG memprediksi kekeringan masih terjadi hingga Oktober mendatang,” tegasnya.
Zaini menambahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda memprediksi kekeringan di Kabupaten Mojokerto terjadi hingga bulan Oktober mendatang. Sehingga Pemkab Mojokerto meningkatkan status menjadi tanggap darurat bencana kekeringan melalui SK Wakil Bupati Mojokerto.