Prevalensi stunting turun dari 30,8% pada tahun 2018 menjadi 21,5% pada tahun 2023. Artinya, dalam lima tahun, seluruh pihak terkait percepatan penanganan stunting berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 9,3%, atau rata-rata 1,85% per tahunnya. Kendati capaian tersebut cukup signifikan, upaya menghapus stunting di Indonesia harus terus dilakukan.
“Kita masih memiliki pekerjaan rumah yang belum selesai, yaitu membebaskan anak Indonesia dari stunting,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Stunting di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jend. Sudirman, Jakarta, pada Rabu (04/09/2024).
Untuk itu, lanjut Wapres, keberlanjutan program yang telah disusun perlu diteruskan dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Penajaman intervensi harus dilakukan agar program lebih tepat sasaran, mulai dari penyediaan data kelompok sasaran yang lebih akurat hingga pemantauan secara berkala,” urai Wapres.
Lebih lanjut Wapres menuturkan, ia telah menerima laporan tentang upaya pencegahan stunting melalui intervensi serentak yang sudah dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota. Data dari intervensi yang telah dilaksanakan tersebut harus dapat dimanfaatkan untuk program berikutnya.
“Data ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai dasar intervensi sensitif dan spesifik, agar program yang sudah disusun dapat tepat sasaran dan target prevalensi stunting segera tercapai,” pesan Wapres.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, dari prevalensi stunting 21,5% pada 2023, Indonesia ditargetkan mencapai angka prevalensi stunting 14% pada akhir 2024 ini.
“Beberapa intervensi spesifik dan sensitif sudah on the track, namun perlu ada akselerasi untuk dapat mencapai target di akhri tahun 2024,” ungkap Menko Muhadjir.
Untuk mencapai target 14% pada akhir 2024, maka dibutuhkan penurunan 7,5% dari angka 21,5% pada 2023. Menko Muhadjir mendorong semua pihak untuk bekerja sama meningkatkan capaian intervensi spesifik dan sensitif, terutama pada indikator-indikator yang masih rendah capaiannya.
“Dari 9 indikator, terdapat intervensi spesifik yang on the track. Namun, terdapat pula beberapa indikator yang memerlukan perhatian serius, seperti ibu hamil KEK mendapat asupan gizi, anak balita dipantau pertumbuhan, balita gizi kurang mendapat Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan anak balita mendapat imunisasi dasar lengkap,” urai Muhadjir.
Dalam kesempatan ini, Wapres memberikan simbolis penghargaan insentif fiskal kepada perwakilan 20 dari 130 pemerintah daerah yang telah memiliki kinerja baik dalam upaya penurunan stunting.
Kedua puluh pemerintah daerah tersebut, yaitu pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Jambi, Provinsi Jawa Tengah, Kota Bima, Kota Depok, Kota Payakumbuh, Kota Dumai, Kota Prabumulih, Kota Banjarmasin, Kota Denpasar, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Sopeng, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Jepara, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut.
Selain Menko PMK Muhadjir Effendy, turut hadir dalam acara ini, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar; Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono, dan Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki.
Ayur