Data Perikanan Indonesia Ngawur!, Kebijakan KKP Pun Keliru

0
1471

Jakarta, MAKRONESIA.ID — Dosen Perikanan dari Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), Dr. Edward Danakusumah menyatakan bahwa semua data perikanan di Indonesia ‘ngawur’ dan tidak jelas. Termasuk pernyataan para pejabat KKP, banyak yang tidak masuk akal.

“Data menurut pejabat KKP, ekspor Ikan Kerapu meningkat, padahal kenyataannya lebih dari 90 persen pembudidaya Ikan Kerapu bangkrut. Hal ini antara lain disebabkan kebijakan yang salah,” ungkap dia, dalam suatu diskusi perikanan, di Jakarta, Jumat, (18/10).

Selain itu, pemerintah juga melarang kapal-kapal Hongkong mendatangi lokasi pembudidaya Kerapu. Akibatnya, pasar menjadi tidak ada dan pembudidaya mati semua.

Kebijakan Keliru

Ia menambahkan, di lndonesia banyak sekali aturan atau peraturan menteri (Permen) yang diterbitkan dan diberlakukan, tanpa dilakukan kajian mendalam terlebih dulu. Padahal, untuk memajukan sektor perikanan, budidaya harus dikembangkan. Sebab harga komoditas budidaya sangat tinggi, sehingga dapat menghasilkan devisa yang besar.

Edward mencontohkan, harga Ikan Kerapu Rp200 juta per Ton, Teripang Rp2 miliar per Ton, Kepiting Rp120 juta Ton, Udang Rp70 juta per Ton, Minyak Sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Rp17 juta per Ton, dan Batubara Rp1 juta per Ton.

“Dengan potensi harga komoditas budidaya perikanan sebesar ini, sudah seharusnya pemerintah berpihak pada nelayan secara konkrit. Sebab perikanan lndonesia hanya bisa maju bila semua peraturan yang dibuat melewati proses kajian mendalam berdasarkan fakta di lapangan dan juga pro rakyat,” tandas Edward.

Sementara itu, Pengamat Perikanan dari Institute Pertanian Bogor (IPB) Dr. Armen Nainggolan mengatakan, upaya membenahi peraturan-peraturan yang membelengu mendesak dilakukan pemerintah. Seperti percepatan perizinan sektor perikanan dari durasi sekitar 7 bulan harus dipercepat menjadi maksimal seminggu. Berikutnya, penghapusan perizinan kesehatan yang tidak diperlukan oleh negara tujuan sehingga bisa menghemat anggaran nelayan dan pengusaha perikanan.

“Pembenahan peraturan-peraturan ini, diyakini mampu meningkatkan kinerja ekspor perikanan nasional. Yang penting ada keberpihakan terhadap nelayan,” tambah Armen lagi.

Potensi sektor Kelautan dan Perikanan (KP) Indonesia yang sangat melimpah, membutuhkan langkah terobosan besar untuk mengoptimalkan hasilnya. Kementerian KP dituntut mampu mewujudkannya secara objektif, optimal dan profesional.

“Sehingga hasilnya bisa memberikan keuntungan terbaik bagi para nelayan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujar Nainggolan.

Menurut dia, implikasi dari peningkatan pendapatan sektor perikanan akan meningkatkan sektor perpajakan dari perikanan, sekaligus peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan. Upaya peningkatan PNBP dapat diwujudkan dengan pemberian berbagai stimulus sembari tetap menjaga ekosistem alam.

Terobosan Penting

Armen menjelaskan, terdapat beberapa potensi sektor kelautan dan perikanan yang harus menjadi perhatian serius pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pertama, ekspor perikanan. Kedua, penggunaan teknologi digital dalam meningkatkan produktivitas nelayan. Ketiga, percepatan proses perizinan perikanan. Keempat, pengalihan program penenggelaman kapal nelayan menjadi program produktif bagi nelayan.

Data pemerintah mencatat, potensi ekspor perikanan tahun 2019/2020 diperkirakan mencapai 65 juta ton per tahun. Didalamnya terdapat produksi budidaya sebesar 33,4 juta ton dan perikanan tangkap 9,4 juta ton, selebihnya dari produk perikanan lain.

“Karena itu, strategi peningkatan produksi yang harus dilakukan ada beberapa. Yaitu, pengembangan teknologi penangkapan, peningkatan pengawasan terhadap wilayah tangkap, membangun transportasi memadai, dan langkah pendistribusian ikan secara optimal,” terang Armen. (AM/BA)

Artikulli paraprakAllianz Jalankan Program “Tukar Sampahmu, Lindungi Dirimu”
Artikulli tjetërPepsi Angkat Kaki Dari Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini