Jakarta, Makronesia.id — Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) menggelar Sekolah Antikorupsi (SAKTI) untuk Aparatur Pemerintah Desa di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan itu berhasil menghimpun pelbagai permasalahan seputar pengelolaan desa dan anggaran desa.
SAKTI Aparat Pemerintah Desa digelar selama empat hari mulai tanggal 6 – 9 November 2018. Dalam kesempatan tersebut, 26 peserta yang terdiri dari kepala desa dan sekretaris desa mendapatkan rangkaian materi mengenai isu korupsi, seperti pengertian korupsi, dampak korupsi, dan sejarah korupsi.
“Peserta kita ajak berdiskusi mengenai permasalahan korupsi di desa dan anggaran desa, khususnya dana desa. Apa saja permasalahan mengenai dana desa yang ditemui di desa masing-masing. Pad ahari terakhir sebanyak 26 aparatur pemerintah desa menandatangani Pakta Integritas untuk tidak melakukan korupsi dana desa,” ucapnya, Direktur Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka – Yaspensel, Romo Benyamin Daud.
SAKTI Aparat Pemerintah Desa berhasil mengidentifikasi hal-hal yang dapat menjadi penyebab potensi korupsi penyelewengan anggaran desa, hambatan dalam pengelolaan anggaran desa beserta rekomendasi perbaikan tata keola dana desa yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan.
Berikut Penyebab Korupsi Dana Desa
- Minimnya kompetensi aparat pemerintah desa
- Tidak adanya transparansi
- Kurang adanya pengawasan pemerintah, masyarakat, dan desa
- Maraknya penggelembungan (mark up)harga
- Adanya intervensi atasan
- Pelaksanaan kegiatan fisik yang tidak sesuai dengan perencanaan
- Adanya kultur memberi barang/uang sebagai bentuk penghargaan/terima kasih
- Perencanaan sudah diatur sedemikian rupa (di-setting) oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
- Pengelolaan dana desa (DD) dan ADD tidak sesuai Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
- Belanja tidak sesuai RAB
- Tim Pengelola Kegiatan (TPK) menerima fee dari penyedia material, spesifikasi tidak sesuai
- Minimnya pengetahuan aparat desa dalam memahami aplikasi SisKeuDes
- Nomenklatur kegiatan tidak/kurang sesuai dengan Permendesa tentang prioritas penggunaan DD
- Standarisasi harga barang dan jasa bervariatif antar desa
- Minimnya kesejahteraan aparat pemerintah desa
- Belum terpenuhinya kesejahteraan operator atau aparatur desa
Sementara itu, Para peserta SAKTI di Larantuka itu menyimpulkan, Hambatan dalam Pengelolaan Dana Desa, meliputi ;
- Belum ada pelayanan terpadu satu pintu mengenai dana desa
- Pencairan masih membutuhkan rekomendasi camat
- Keterlambatan pencairan dana. Transfer dana desa dari rekening daerah ke desa selalu terlambat
- Penundaan proses pencairan dari bank
- Dana di bank tidak selalu tersedia sehingga memperlambat pencairan dana ke kas desa
- Lemahnya kapasitas sumber daya kepala desa dan perangkat desa
- Kurang pendampingan dari pihak yang berwenang
- Partisipasi masyarakat masih rendah
- Pendekatan perencanaan partisipasif tidak berjalan. Masih didominasi orang-orang tertentu.
- BPD kurang memahami tugas & fungsinya
- Miskomunikasi antara Pemdes dan BPD
- Terlambatnya RPJMD tahun N+1 dan Pagu indikatif desa (butuh dokumen RPJMD untuk penyelarasan program)
- Proses/terlambatnya perencanaan desa untuk tahun N+1
- Asistensi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDesa) tidak valid
- Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pendamping desa. Minim dalam mendampingi pengelolaan dana desa
- Minimnya kapasitas tenaga teknis desa dalam menyusun RAB
- Masih ada yang belum menggunakan aplikasi SisKeuDes
- Dana transfer ke rekening desa terlambat karena terlambatnya perencanaan desa untuk tahun N+1
- Kondisi sosial masyarakat
- Kurang tersedianya material lokal
- Koordinasi tidak berjalan maksimal
- Penataan administrasi masih dibutuhkan
- Keterbatasan SDM untuk diperbantukkan di kepala seksi
- Manipulasi pertanggungjawaban (laporan TPK dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ Kepala Desa)
Para peserta kemudian merumuskan Rekomendasi atas hambatan dan permasalahan diatas melalui :
- Perlu adanya pelayanan satu pintu dalam pengurusan dan pengelolaan dana desa
- Proses pencairan dana desa tidak perlu ada rekomendasi camat
- Pelayanan satu pintu dalam evaluasi/review APBdesa dengan melibatkan ASN yang berkompetensi
- Peningkatan kapasitas bagi seluruh perangkat desa dan seluruh pelaksana pembangunan di desa
- Perlu adanya bimbingan teknis bagi aparatur desa
- Perlu adanya bimbingan teknis bagi ASN teknis penanganan dana desa
- Benahi lagi pendamping desa
- Asistensi RAPBDesa dilakukan di tingkat kecamatan
- Perhimpunan kepala desa sekabupaten untuk menyuarakan ke Bupati agar proses pencairan langsung dari Bupati tanpa kecamatan
- Menyusun saja dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) & penyesuaian akan menyusul ketika RPJMD & Pagu indikatif sudah ada (proses jalan terus)
- Perlu peningkatan APD & BPD setiap tahun (Tidak terbatas kades, sekdes/bendahara)
- Sosialisasi ke masyarakat/keterbukaan informasi publik
- Perlu ada SOP dari masing-masing desa
- Perlu ada peraturan kepala desa tentang standarisasi harga
- Harus ada kalender kerja
- Perluasan forum asosiasi kepala desa se kabupaten
- Hak pemerintah desa harus diperhatikan