Bakumsu Kecam Tindakan Represif Kepolisian dalam penanganan konflik lahan PTPN II di Sumut

Nasional22 Dilihat

Bakumsu Kecam Tindakan Represif Kepolisian dalam penanganan konflik lahan PTPN II di Sumut

Medan, Makronesia.id — Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) mengecam tindakan represif pihak kepolisian terhadap masyarakat Desa Nambike Kecamatan Selesai, Langkat, Sumatera Utara.

Hal itu diutarakan Kordintor Staf Advokasi Bakumsu, Juniaty Aritonang, melalui siaran persnya, yang diterima Makronesia.id, Jumat, (25/1).

“Sepuluh orang petani diamankan saat berlangsungnya okupasi lahan ini,” ucapnya.

Dalam berbagai berita Juniaty menerangkan, dijelaskan bahwa terjadi bentrok antara masyarakat dan pihak kepolisian yang melakukan okupasi lahan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) di desa Nambiki. Masyarakat mencoba menghadang excavator (alat berat) yang melakukan okupasi lahan.

Dalam video yang sudah tersebar di media sosial, terlihat bahwa beberapa personil kepolisian melakukan penangkapan kepada massa aksi. Dimana massa aksi yang ada di lapangan berjumlah puluhan orang meliputi juga anak-anak dan kaum ibu. 

Pantauan Bakumsu, dalam Desa Nambiki terdapat 4 (empat) dusun yakni dusun I, dusun II, dusun III dan dusun IV. Kejadian ini terjadi di dusun III dan dusun IV yang diklaim oleh PT Langkat Nusantara Kepong sudah dibeli dari PTPN II sebelum bangkrut. Dikatakan juga PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) juga sudah memberikan tali asih kepada masyarakat. Masyarakat melalui Agustinus Samura menyatakan hal ini tidak benar. Dari 104 KK yang menerima hanya sekitar 12 KK. Diduga tali asih juga diterima oleh warga yang bukan bertempat tinggal di desa Nambiki.

Tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian juga telah melanggar hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Pihak kepolisian dalam hal ini tidak memiliki wewenang menangkap 10 orang petani yang pada malam harinya dibebaskan. Adapun diantaranya yang ditangkap ada seorang ibu yang saat itu juga membawa anaknya. Akibat dari tindakan tersebut , beberapan anak-anak mengalami luka-luka dan beberapa kaum ibu mengalami luka memar di sekujur tubuhnya.

Pemerintah dalam hal ini diminta untuk segera mengambil tindakan cepat dan tepat untuk penyelesaian kasus HGU PTPN II. Karena kasus yang terlampau lama penyelesaiannya ini menimbulkan banyak konflik di area HGU PTPN II. 

Pemerintah tidak seharusnya menutup mata akan kejadian-kejadian seperti yang terjadi di desa Nambiki. Persoalan ini adalah contoh kecil dari persoalan agraria yang tersebar di Sumatera Utara juga Indonesia secara keseluruhan. Persoalan Agraria negeri ini adalah beban sejarah yang harus diselesaikan, apapun konsekuensinya. Tanpa komitmen yang sungguh sungguh dari pemerintah, konflik agraria akan terus menimbulkan kerugian bagi negeri ini. 

Juniaty mengatakan, Bakumsu menuntut sejumlah pihak seperti polisi agar tidak melakukan tindakan represif dalam penanganan kasus di Desa Nambiki.

“ Pemerintah kami minta lebih responsif dan tanggap akan penyelesaian konflik yang banyak terjadi di sekitaran eks HGU PTPN II, begotu juga dengan DPRD provinsi Sumatera Utara agar mengevaluasi kinerja kepolisian dalam penanganan konflik agraria di Sumatera Utara,” ucapnya. (ALIAMUDIRA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *