Linkedin : 50 Persen Orang Indonesia Ingin Jadi Pengusaha

0
912

Jakarta, Makronesia.id – LinkedIn, jaringan profesional terbesar di dunia mengulas hasil studi perdana berjudul ‘LinkedIn Opportunity Index’. Studi ini melibatkan sembilan negara di kawasan Asia Pasifik (APAC) di mana LinkedIn memiliki 153 juta pengguna, termasuk diantaranya 11 juta pengguna yang berasal dari Indonesia.

Indeks ini dijadikan tolok ukur untuk memahami bagaimana masyarakat melihat peluang di masa depan dan juga hambatan-hambatan dalam meraihnya. Riset ini melibatkan 11.000 responden dari sembilan negara di kawasan Asia Pasifik – Indonesia, Australia, Tiongkok, Hong Kong, India, Jepang, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Data LinkedIn Opportunity Index mengungkap bahwa Indonesia menjadi negara yang paling percaya diri dalam menatap masa depan. Hal ini didorong oleh rasa percaya diri masyarakat Indonesia terhadap potensi pertumbuhan ekonomi negara, serta kondisi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan akses dan juga mengejar berbagai peluang yang  dianggap penting.
Kondisi ini bertolak belakang dengan negara-negara maju seperti Jepang, Hong Kong, dan Australia. Masyarakat di ketiga negara tersebut menunjukan kecemasan yang lebih tinggi terhadap kondisi perekonomian negara masing-masing, dan secara umum lebih mengelola ekspektasi mereka terhadap akses untuk meraih peluang yang relevan.
Olivier Legrand, Managing Director, LinkedIn in Asia Pacific, mengatakan, kami percaya bahwa akses menuju, serta untuk meraih, peluang seharusnya universal dan dapat diakses oleh siapapun.
“Melalui studi perdana LinkedIn Opportunity Index, kami berusaha memahami aspirasi masyarakat di kawasan Asia Pasifik, tentang kesempatan dalam meraih berbagai peluang di masa depan, dan juga hambatannya,” kata Olivier melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (28/11).
Ditambahkan Olivier, pertumbuhan jumlah tenaga kerja di Asia Pasifik sejatinya bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi regional, jika dikelola secara efektif.
“Dengan memetakan serta memahami persepsi dan aspirasi masyarakat terhadap peluang di masa depan dan juga hambatannya, seiring waktu, kami berharap dapat memfasilitasi penawaran dan permintaan peluang yang lebih seimbang di pasar,” terangnya.
Merintis bisnis milik sendiri menjadi aspirasi terbesar bagi masyarakat Indonesia ketika mendefinisikan arti peluang. Di Indonesia, peluang juga berarti lebih dari sekedar karier.
Setengah (50%) dari responden di Indonesia menyatakan bahwa merintis bisnis milik sendiri sebagai aspirasi tertinggi dari peluang di masa depan. Ini senada dengan dengan responden dari Filipina (53%) yang tertarik untuk berwiraswasta. Sebaliknya responden di Australia (13%), Hong Kong (13%), dan Jepang (7%) memiliki keinginan yang kecil untuk memulai bisnis baru.
Selain itu, di Indonesia, sebanyak 38% responden mengatakan bahwa peluang untuk bisa menggunakan kemampuan mereka sebagai aspirasi mereka tertinggi setelah peluang merintis bisnis milik sendiri. Kondisi ini tidak mencerminkan aspirasi responden lainnya di tingkat regional, di mana peluang untuk menjaga keseimbangan kehidupan karier dan personal menjadi aspirasi tertinggi (dinyatakan oleh 40%) bagi rata-rata responden di Asia Pasifik – sedangkan di Indonesia hanya dinyatakan oleh 34% responden.
Peluang juga tidak semata diartikan sebagai usaha personal dalam meraih kesempatan kerja. Lebih dari itu, 82% orang Indonesia menyatakan bahwa mereka juga turut membantu orang lain untuk terhubung dengan kesempatan kerja yang lebih baik.
Diantara mereka, lebih dari setengah (sebanyak 56%) menyatakan bahwa mereka membantu memperkenalkan kerabat mereka ke orang yang tepat agar bisa meraih kesempatan kerja, sementara 47% menyatakan bahwa mereka telah menuliskan surat referensi kerja bagi kerabat mereka.
Data ini merefleksikan kultur Gotong Royong yang telah melekat di masyarakat Indonesia, terutama dalam mencapai suatu tujuan, dan juga menekankan pentingnya peran komunitas dalam membantu orang Indonesia untuk terhubung serta meraih kesempatan di masa depan.
Responden di Indonesia menyatakan bahwa status finansial sebagai halangan terbesar dalam menggapai peluang.
Sama seperti responden lainnya di regional, sebanyak 35% dari responden di Indonesia percaya bahwa keterbatasan finansial menjadi halangan terbesar dalam meraih peluang di masa depan. Sebanyak 29% responden di Indonesia juga menyatakan bahwa kurangnya luasnya koneksi dan jaringan relasi menjadi hambatan terbesar kedua, diikuti oleh rasa takut akan kegagalan (22%).
Indonesia percaya bahwa ketekunan menjadi pendorong kemajuan hidup di masa depan.
Sama seperti lebih dari 90% responden di Asia Pasifik, 94% responden di Indonesia percaya bahwa ketekunan dan kerja keras menjadi kunci untuk memajukan hidup di masa depan. Atribut lainnya yang dianggap orang-orang Indonesia penting dalam hal ini adalah adalah kesediaan untuk menerima perubahan (93%), mengenal orang atau memiliki koneksi yang tepat (89%), dan tingkat pendidikan (84%).
“Hambatan-hambatan yang dikemukakan dalam hal mengejar peluang hidup memang nyata terjadi. Meskipun kawasan ini menunjukan keberagamannya keberagaman, namun jika kita menelisik lebih dalam terdapat lebih banyak kesamaan ketika berbicara tentang aspirasi dan harapan,” imbuh Oliver.
Kabar baiknya, lanjut Oliver, apapun arti dari peluang bagi masing-masing, kita selalu dapat menemukan komunitas yang bisa membantu kita.
“Baik itu untuk mempelajari keahlian baru, menjalin relasi, berbagi ilmu/pandangan, kita dapat saling membantu membuka peluang bagi semua, untuk terhubung dan meraih peluang,” tutupnya.
Artikulli paraprakRilis Program Badan Usaha Produktif Berbasis Wakaf Tunai, HMSS Target Kumpulkan Dana 1 Milyar
Artikulli tjetërAriya Jutanugarn, Pegolf Wanita No. 1 Dunia Kunjungi Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini