Ahmad Zukhri Siregar
Guru Bahasa Arab MAN IC Tapsel
Di bulan ramadan setiap tahunnya umat muslim belahan dunia melaksanakan kegiatan berpuasa, di Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia tentu kegiatan ini merupakan sarat makna religi maupun budaya. Adapun selain berpuasa, mengikuti salat tarawih, tadarus, ngabuburit, sahur, buka bersama, berburu takjil dan kegiatan lainnya merupakan keniscayaan bulan ramadan di Indonesia.
Ada yang menarik istilah bahasa kali ini yaitu kata takjil, tanpa kita sadari kata takjil di Indonesia hanya muncul ketika di bulan puasa ramadan saja, hampir-hampir di bulan lain kita tak mendengar istilah ini, mungkin bahkan tidak ada. Yang paling populer menggunakan penggalan kalimat kata istilah tersebut yaitu “yuk berburu takjil”, “resep menu takjil”, dan lain sebagainya.
Tapi tahukah kita bahwasanya kata takjil itu terambil dari Bahasa Arab yang dalam penulisan arab عجل (‘ajala) – يعجل (yu’ajjilu) – تعجلا (ta’jilan) yang artinya “menyegarakan” atau melangsungkan, di dalam KBBI V takjil artinya memiliki dua makna yang pertama makna kata kerja yaitu “menyegarakan” yang kedua makna nomina yaitu “makanan untuk berbuka puasa”. Jadi timbul pertanyaan kenapa makna ini bisa menjadi satu makna asli satu makna asimilasi?
Sebelum itu apa yang dimaksud dengan makna asli yaitu makna tersebut tidak ada campuran, murni dan tulen. Jadi jelas di dalam KBBI V bahwasanya yang dimaksud kata takjil “menyegerakan” ini bermakna asli karena tidak ada campuran sedangkan makna asimilasi yaitu terjadinya perubahan/pergeseran bahasa sumber tersebut sehingga mengadopsi makna yang sesuai dengan keadaan tersebut, salah satu penyebab bergeser karena kebudayaan / masyarakat itu sendiri.
Jadi kenapa bisa berubah makna takjil menjadi “makanan untuk buka puasa”.salah satunya, kala itu, para wali saat berdakwah kerap memasak kolak dari bahan pisang kepok, ubi jalar, dan gula merah. Lambat laun divariasikan dengan menambahkan macam-macam bahan tambahan. Mulai dari kolang kaling, labu parang, ubi kayu, tapai, hingga nangka. Hingga kini, kebiasaan menyebut menu berbuka makanan yang manis-manis maka disebut takjil, maka terjadilah makna asimilasi tersebut. Wallahualam bissawab.