Jakarta – Berpijak dari keinginan mengikis disparitas ekononi antara konglomerat dan rakyat, Cawapres 01 KH Ma’ruf Amin menggagas konsep ekononi yang berpusat dari bawah.
Kata kai Ma’ruf, sejak berpuluh-puluh tahun Indonesia membangun ekononi dengan teori trickle down effect. Teori ini mengharapkan lahirnya konglomerat yang nanti tujuannya bisa meneteskan hasil ekononi ke bawah.
“Tapi ternyata tidak netes-netes, yang atas makin kuat yang bawah semakin lemah, karena itu harus ada perubahan perubahan yang signifikan yang fundamental dalam membangun, yaitu membangun ekonomi dari bawah atau juga istilahnya membangun kerakyatan ekonomi dari bawah,” ujar Kiai Ma’ruf.
Kiai Ma’ruf mengakui bukan sebagai ahli ekonomi, namun ulama. Akan tetapi ia bisa mengamati bagaimana pergerakan ekonomi di Indonesia, dan dalam ajaran Islam, ada petunjuk jangan berputar di kalangan orang kaya saja, harus terdistribusi sampai ke seluruh masyarakat.
“Dan pada sila ke 5 Pancasila juga mengarahkan ke situ, adanya keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, supaya mereka memperoleh kebaikan di dalam masalah ekonomi yaitu keadilan, dalam masalah politik lebih-lebih dalam masalah ekonomi ini saya kira harus kita bangun Bagaimana membangun di dalam undang-undang Dasar 45,” jelasnya.
Lebih dari itu, Kiai Ma’ruf mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia berdasarkan kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan mutualisme. Kalau bahasa kiainya itu ukhuwah, persaudaraan, kekeluargaan kemudian juga saling menolong saling membantu sesama anak bangsa.
“Oleh karena itu perlu ada kebijakan-kebijakan yang jelas di dalam rangka membangun ekonomi kerakyatan dan keumatan, sebagai bagian terbesar dari bangsa ini,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan kalau umat ini lemah maka bangsa juga akan lemah, dan kalau umat ini kuat bangsa ini kuat, karena dia adalah bagian terbesar.
“Karena itulah, ini harus kita bangun supaya negara kuat melalui usaha-usaha kerakyatan dan keumatan,” lanjutnya.
Dalam tataran action, Kiai Ma’ruf berharap ada kemauan dari semua pihak, kerjasama dari pihak-pihak yang terkait dari masyarakatnya sendiri. Rakyatnya sendiri harus ada keinginan untuk memacu diri menjadi usahawan, baik itu dari kalangan industri, kalangan pertanian, kalangan keuangan sektor budaya budidaya pertanian, budidaya peternakan, budidaya kelautan, dan juga dari sektor jasa.
“Kita kembangkan dari masyarakat tadi termasuk juga dari kalangan santri, kita bangun untuk adanya santripreneur. Maka lahir istilah Gus Iwan atau santri bagus pinter ngaji juga usahawan,” jelasnya.